Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Amerika Serikat, Kamis waktu setempat atau Jumat WIB, merilis ke publik dokumen rahasia pembunuhan Presiden John F. Kennedy yang menjadi salah satu rahasia terbesar dalam politik AS, tetapi sebagian lagi ditahan untuk pengkajian lebih mendalam demi alasan keamanan nasional.
Dalam satu pernyataan, Arsip Nasional menyebutkan instruksi Presiden Donald Trump itu berisi perintah rilis 2.891 catatan berkaitan dengan pembuhuhan FJK di Dallas, Texas, pada 22 November 1963.
Para pakar Kennedy menyatakan dokumen-dokumen rahasia itu kecil kemungkinannya mengandung pengungkapan menghebohkan atau menguatkan teori konspirasi di balik pembunuhan itu.
Salah satu dokumen itu adalah transkrip pembicaraan J. Edgar Hoover yang saat itu direktur FBI pada 14 November 1963. Hoover mengatakan FBI telah memberi tahu polisi mengenai sebuah ancaman pembunuhan dari Lee Harvey Oswald pada malam sebelum Oswald terbunuh. Tetapi polisi tidak berbuat apa-apa, kata Hoover seperti dikutip AFP.
Komisi Warren yang menyelidiki penembakan Kennedy yang kharismatis dan saat itu berusia 46 tahun, menyimpulkan bahwa Oswald yang mantan petembak jitu Marinir AS, bertindak sendiri dalam pembunuhan Kennedy.
Rahasia negara dalam jumlah sangat besar ini berisi banyak aspek mulai dari memo para direktur FBI sampai wawancara dengan warga di Dallas demi mencari petunjuk pembunuhan yang merupakan momen yang tak terlupakan dalam sejarah AS.
Beberapa dokumen malah bertahun 1970-an yang termasuk catatan tangan para pejabat yang sudah sulit dibaca kembali.
Dalam memorandumnya, Trump setuju menahan beberapa dokumen untuk pengkajian kembali secara menyeluruh berkaitan dengan pembunuhan itu. Menurut para pejabat pemerintahan Trump, kebanyakan dokumen yang dimintas itu berasal dari CIA dan FBI.
"Departemen-departemen dan badan-badan pemerintahan telah mengusulkan kepada saya bahwa informasi tertentu kantor-kantor eksekutif harus disunting karena menyangkut keamanan nasional, penegakan hukum, dan berkaitan dengan kebijakan luar negeri," kata Trump seperti dikutip AFP.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017