Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPP Partai Gerindra, Ahmad R Patria, menilai ada empat poin yang ada dalam UU Ormas hasil pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2/2017 yang harus direvisi. Salah satunya mengembalikan fungsi yudikatif dalam penyelesaian ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila.
"Poin penting pertama adalah mengembalikan fungsi yudikatif, yaitu pengadilan. Kita ini negara hukum bukan negara kekuasaan, kalau negara hukum harus kembali ke hukum," kata dia, di Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan pengembalian fungsi yudikatif itu dimaksudkam ketika ada perselisihan antara sebuah ormas dengan pemerintah, maka diselesaikan dan diputuskan pengadilan.
Poin kedua menurut dia yang harus direvisi adalah proses tahapannya, mulai dari peringatan hingga pembubaran ormas tidak rasional karena hanya diberikan waktu tujuh hari.
"Ormas disurati dengan jangka waktu tujuh hari, surat baru sampai saja hari ke-5, birokrasi sering seperti itu. Cari waktu yang rasional, lalu ada peringatan tertulis dan ada mediasi," ujarnya.
Wakil ketua Komisi II DPR itu menilai lebih bijak apabila ormas yang dianggap bermasalah diajak mediasi atau dialog sehingga diberikan nasihat sumber kesalahannya.
Poin ketiga menurut dia, ancaman hukuman penjara 5-20 tahun sangat berlebihan sehingga lebih berat dari hukuman yang diberikan Belanda di era kolonial.
"Kalau dalam Perppu itu langsung atau tidak langsung, jadi tidak langsung pun bisa kena, anggota bersifat pasif pun kena. Seharusnya panglimanya dihukum, pemimpinnya yang dihukum, bukan anak buah," katanya.
Poin keempat yang harus direvisi, menurut Patria, adalah terkait "pasal karet" dalam UU itu: apa definisi pihak yang dianggap melanggar Pancasila? Dia menilai pemerintah tidak boleh menafsirkan secara tunggal mengenai definisi Pancasila.
Sebelumnya, DPR melalui rapat paripurna akhirnya memutuskan menyetujui Perppu Nomor 2/2017 tentang Ormas menjadi undang-undang melalui mekanisme voting terbuka fraksi.
"Dari hasil voting terbuka, sebanyak 314 anggota dari tujuh fraksi menyatakan setuju, serta sebanyak 131 anggota dari tiga fraksi menyatakan tidak setuju. Anggota yang hadir seluruhnya sebanyak 445 orang," kata Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, saat memimpin rapat paripurna lanjutan di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (24/10).
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017