Sanaa, Yaman (ANTARA News) - Utusan PBB untuk Yaman Ismail Ould Cheikh Ahmed, Rabu (25/10), menawarkan peta jalan baru untuk membangun kembali kepercayaan antara pasukan yang bertikai di Yaman sebagai langkah persiapan guna mengakhiri perang saudara di negeri itu.
Dalam satu siaran pers yang dibagikan oleh kantor utusan PBB tersebut dan diterima oleh Xinhua, Ould Cheikh Ahmed mengumumkan usul barunya dalam satu taklimat di Ibu Kota Arab Saudi, Riyadh.
Tawaran itu disampaikan setelah utusan PBB tersebut mengakhiri kunjungannya ke Kerajaan Arab Saudi, tempat ia bertemu dengan Presiden Yaman Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang hidup di pengasingan, dan para pejabat senior Arab Saudi.
"Kami saat ini mempertimbangkan langkah yang dapat diambil oleh semua pihak yang bertikai di Yaman guna memulihkan kepercayaan dan bergerak maju ke arah penyelesaian melalui perundingan, yang bisa bertahan lama," kata Ould Cheikh.
"Langkah ini dilandasi atas tiga pilar: penegakan kembali kesepakatan penghentian permusuhan, pembangunan kembali langkah kepercayaan dan kembali ke meja perundingan dengan pandangan mencapai kesepakatan perdamaian menyeluruh," katanya.
Utusan PBB tersebut, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi, mengatakan konflik di Yaman pada dasarnya adalah "konflik politik" yang hanya dapat diselesaikan melalui perundingan politik.
Ould Cheikh menyeru semua pihak di Yaman agar melakukan konsensi yang diperlukan yang bisa membantu melicinkan jalan bagi perdamaian jangka panjang.
Sementara itu, pemerintah Yaman yang diakui masyarakat internasional dan dipimpin oleh Presiden Hadi --di dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi Yaman, Saba-- menyambut baik usul baru PBB tersebut.
Dalam kesempatan lain, juru bicara gerilyawan --yang didominasi anggota Al-Houthi-- Mohammed Abdulsalam mengatakan kepada stasiun televisi milik milisi Syiah itu bahwa kelompoknya terbuka bagi penyelesaian apa pun yang bisa menjamin perdamaian jangkan panjang dan mengakhiri perang.
Namun Abdulsalam mengulangi sikap resmi kelompoknya mengenai Utusan PBB tersebut, dan mengatakan, "Ould Cheikh tak lagi disambut dan ini mempertegas sikap dari penilaian kami mengenai peran Ould Cheikh dalam menangani pembicaraan sebagai perantara."
Anggota Al-Houthi menuduh utusan PBB itu bias dan condong mendukung negara koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi melawan milisi tersebut.
Pada 5 Juni, kelompok Al-Houthi tak memberi akses kepada Utusan PBB untuk Yaman tersebut karena ia diduga memihak.
Pada 22 Mei, pemrotes di Ibu Kota Yaman, Sanaa --yang dikuasai gerilyawan-- melempari rombongak kendaraan Utusan PBB tersebut dengan batu dan sepatu saat Ould Cheikh akan pergi ke bandar udara setelah kunjungannya guna menemui para petinggi Al-Houthi di Sanaa.
Utusan PBB itu tidak cedera dalam serangan tersebut, dan meninggalkan negeri tersebut.
Kendati beberapa babak penengahan perdamaian terdahulu gagal, Utusan PBB itu tetap berusaha menengahi penyelesaian politik baru di Yaman guna mengakhiri perang yang telah berkecamuk selama lebih dari dua-setengah tahun.
Perang tersebut terjadi antara pasukan pemerintah yang diakui masyarakat internasional di negeri itu dan didukung oleh koalisi pimpinan Arab Saudi dan milisi Syiah Al-Houthi, yang didukung Iran, serta pasukan yang setia kepada mantan presiden Ali Abdullah Saleh.
Perang tersebut telah menewaskan lebih dari 10.000 orang, kebanyakan warga sipil, dan membuat tiga juta orang Yaman mengungsi.
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017