Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Arbi Sanit, menilai sistem multipartai yang diterapkan di Indonesia tak efisien dan perlu dilakukan pembaruan untuk menyederhanakannya. Arbi mengatakan, di Jakarta, Selasa, bahwa sistem multipartai tidak dapat lagi dipertahankan. Pasalnya, pada kenyataannya banyak partai belum mampu mengelola masyarakat dengan baik. Ia mengatakan, pendukung sistem multipartai telah mengabaikan fungsi lembaga politik dan pemerintahan sebagai pengelola masyarakat secara efisien dan efektif. "Banyak yang mengatakan multipartai dianggap sebagai bentuk demokrasi karena memberi kesempatan untuk berpartisipasi tetapi ini anggapan yang salah," katanya dalam diskusi publik bertajuk "Sistem Kepartaian Perlukah Disederhanakan" yang juga dihadiri pengamat CSIS J. Kristiadi, anggota DPR Ferry Mursyidan Baldan, pengamat Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris dan Ikrar Nusa Bhakti. Semakin banyak partai, katanya, justru tidak lagi berfungsi untuk mengintegrasikan bangsanya melainkan "memecah belah" masyarakat karena masing-masing memiliki ideologi yang berbeda. Arbi beranggapan, penyederhanaan sistem kepartaian harus segera dilakukan. Penyederhanaan sistem ini juga didukung oleh pengamat dari Syamsuddin Haris. Menurut dia sistem multipartai belum memberikan kontribusi dan intensif bagi efektifitas dan produktifitas sistem politik. Sistem kepartaian seharusnya mendukung terbentuknya sistem pemerintahan yang kuat dan bersih, namun kenyataannya setiap partai lebih mementingkan kepentingan masing-masing. "Ideologi partai ternyata hanya tameng atau alat untuk merebut kekuasaan dan jabatan politik. Parpol lebuh merupakan `broker` politik ketimbang wadah seleksi dalam pembentukan pemimpin politik," ujarnya. Perubahan sistem multipartai menjadi sistem yang lebih sederhana, termasuk jumlahnya serta peningkatan kualitas. Namun, penyederhanaan sistem partai ini, kata pengamat CSIS J. Kristiadi, belum tentu diperlukan oleh Indonesia. Bangsa Indonesia harus memiliki kemauan dan kemampuan untuk membangun sistem kekuasaan yang dianggap cocok sebagai sarana mewujudkan tujuan bangsa dan negara. "Bangsa yang ingin membangun kekuasaan yang demokratis tetapi tidak mempunyai kemampuan mengontrol elit penguasanya, maka penyederhanaan sistem kepartaian hanya akan menjerumuskan kita pada tatanan kekuasaan yang lalim dan otoriter," katanya. Penyederhanaan sistem kepartaian, jelasnya, menjadi pilihan bangsa dalam menentukan salah model sistem yang dipakai yaitu untuk meningkatkan efektifitas pemerintahan atau tingkat keterwakilan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007