... kesenjangan sosial-ekonomi, politik dan hukum yang masih belum sesuai dengan harapan warga, kohesi sosial yang terancam, serta tekanan globalisasi...
Jakarta (ANTARA News) - Ketua lembaga kajian Institut Harkat Negeri (IHN), Sudirman Said, mengatakan, menjaga kedaulatan bangsa memerlukan sikap kenegarawanan sebagaimana dicontohkan para pendiri bangsa.

"Saat ini bangsa Indonesia membutuhkan langkah konkret guna menjaga dan memperkuat derajat kedaulatan, agar memiliki keleluasaan untuk menciptakan keadilan dan kemakmuran," kata Said, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Atas dasar itu, IHN sebagai lembaga yang bergerak dalam kajian, pendidikan, dan penerangan di bidang kepemimpinan menggelar Musyawarah Nasional Kedaulatan Bangsa untuk Menyongsong Seabad Kemerdekaan.

Kegiatan ini akan dibuka Wakil Presiden, Jusuf Kalla, Kamis (26/10), di Istana Wakil Presiden, Jakarta.

"Munas diselenggarakan sebagai iuran pemikiran bagi bangsa dalam mempersiapkan masa depan yang jauh, seabad kemerdekaan Indonesia, 2045," kata Said, yang pernah menjadi menteri ESDM dan mengungkap skandal permintaan saham PT Freeport Indonesia oleh pejabat tinggi negara dengan cara mencatut nama Presiden Jokowi.


Namun skandal yang mengharu-biru perhatian bangsa itu di kemudian hari berhenti begitu saja.

Dalam pandangan Said, bangsa Indonesia amat perlu mempercepat penguatan infrastuktur lunak sebagai fondasi pembangunan fisik, yang akan menjaga kelangsungan jiwa bangsa. Penegakan hukum, membentuk suasana berkeadilan, penguatan kapasitas nasional, dan hal-hal yang berkaitan dengan daya saing.

"Dengan demikian perasaan berdaulat tidak hanya secara fisik geografis, tetapi juga merasa dalam kontrol atas segala sesuatunya," tandas dia.

Dia mengemukakan, pilihan musyawarah sebagai bentuk dari pertemuan akademis, dimaksudkan untuk memberikan pesan tentang pentingnya format musyawarah, sebagai cara Indonesia dalam menyelesaikan masalah-masalah bangsa.

Said menjelaskan, ada tiga masalah besar yang akan menjadi persoalan bangsa dan akan menjadi pembahasan pada acara ini. Ketiganya yakni kesenjangan sosial-ekonomi, politik dan hukum yang masih belum sesuai dengan harapan warga, kohesi sosial yang terancam, serta tekanan globalisasi.

"Masalah-masalah itu jika tidak diatasi secara mendasar, dikhawatirkan akan membawa pengaruh pada kualitas persatuan bangsa, dan pada gilirannya mempengaruhi kedaulatan bangsa," kata Sudirman.

Agenda ini, lanjut dia, yang hendak didorong ke depan oleh Munas. Dengan demikian, Munas ingin menyampaikan pesan tentang perlunya pikiran jauh, pikiran yang melampaui siklus (kalender) pemilu, pikiran yang mengacu kepada siklus republik (kehidupan berbangsa).

Hasil-hasil Munas, terang Said, nantinya akan disampaikan kepada publik dalam bentuk penerbitan dan kegiatan-kegiatan konsultasi publik. Proses ini menjadi bagian dari langkah konkret pelibatan publik luas.

"Makin banyak pihak yang berpikir jauh tentang masa depan bangsa, akan makin baik, dan akan membuat kita makin optimistis menatap hari depan," ujar Said, yang juga bakal calon gubernur Jawa Tengah ini.

Sejumlah pakar dari bidang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan bidang-bidang strategis lainnya akan hadir dan ikut menyampaikan pikirannya dalam Munas yang akan berakhir 27 Oktober 2017 ini.

Di antaranya pakar yang hadir adalah Jimly Asshiddiqie, J Kristiadi, Faisal Basri, Refly Harun, Haedar Nashir, dan sejumlah intelektual bangsa lain.

Pewarta: Rangga Jingga
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017