Jakarta (ANTARA News) - Hingga menjelang akhir semester pertama tahun ini, Indonesia baru mampu menempatkan 1.132 orang TKI di Korea Selatan (Korsel), jauh dari kuota yang diberikan negara itu yakni 9.000 TKI untuk dipekerjakan pada sektor formal (pabrik).
Menurut Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Jumhur Hidayat di Jakarta, Selasa, jika Indonesia tidak juga bisa memenuhi kuota itu dalam beberapa tahun mendatang, peluang penempatan TKI di negara itu akan menyusut karena Korea akan mengalihkannya kepada negara lain di Asia.
"Jika tahun ini kita hanya mampu menempatkan sekitar 3.000 TKI ke Korea, tahun depan kita hanya dipercaya mendapat alokasi 3.000-an juga. Tapi jika mampu menenuhi 9.000, tahun depan kita berpeluang mendapatkan alokasi 14.000 orang," kata Jumhur, usai melepas gelombang II TKI tujuan Korea, di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta.
Dia juga mengemukakan, Korea membuka peluang bagi tenaga kerja asing sebesar 89.000 orang. Sebesar 40.000 dialokasikan untuk Cina dan sisanya diperebutkan enam negara, antara lain Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Banglades.
Mulai Oktober nanti, diperkirakan akan bertambah sembilan negara lagi yang memperebutkan kue peluang kerja sisa Korea tersebut, termasuk dari Uzbekistan.
Komite Korea
BNP2TKI menyatakan akan berjuang keras untuk mencapai target tersebut. Meski hal itu dirasakannya sangat berat karena baru mendapat warisan pekerjaan dari Depnakertrans yang tidak mengalokasikan anggaran untuk promosi dan pemasaran TKI.
Tahun lalu, sebelum BNP2TKI terbentuk, Depnakertrans juga gagal menempatkan sekitar 3.000 TKI ke Korea karena tidak ada program promosi pasar kerja Korea. Untuk melakukan percepatan program penempatan TKI ke negeri ginseng itu, BNP2TKI telah membentuk Komite Penanganan TKI Korea yang beranggotakan 30 orang.
Mereka terdiri dari unsur pemerintah, perguruan tinggi, dan profesional atau nara sumber yang memiliki jaringan luas untuk membantu pemasaran dan merebut "job order" bagi TKI.
"Keberadaan unsur swasta di Komite Korea hanya sebagai individu yang tenaga dan jaringannya kita butuhkan di tengah tak adanya anggaran untuk promosi dan pemasaran. Jadi, Depnakertrans menerima informasi keliru dan menilai kami melanggar sistem G to G dalam penempatan TKI ke Korea yang tidak boleh melibatkan swasta," kata Jumhur.
Sebelumnya, Depnakertrans menyatakan bahwa BNP2TKI harus merevisi surat keputusan tentang pembentukan Komite penempatan TKI ke Korea yang beranggotakan sekitar 24 pengusaha jasa TKI.
Lembaga Perlindungan TKI (LPTKI) menilai penunjukan sejumlah pengusaha PJTKI itu syarat dengan kepentingan, karena itu LSM itu meminta Jumhur mundur dari jabatan Kepala BNP2TKI.
Menurut Jumhur, penempatan TKI ke Korea tetap melalui satu pintu pemerintah, tidak boleh swasta. Yaitu, jika sebelumnya melalui Depnakertrans, kini beralih ke BNP2TKI yang baru beroperasi 2,5 bulan.
"Malah kami sudah menggerebek sekitar 60 tempat di berbagai daerah yang menipu dan memeras calon TKI tujuan Korea," ungkap Jumhur.
TKI yang bekerja di Korea mendapatkan gaji bersih sekitar Rp7 juta hingga Rp8 juta per bulan. Mereka bekerja di sektor formal yang membutuhkan keahlian dan ditempatkan di pabrik baja, suku cadang atau industri onderdil, plastik, dan tekstil.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007