Jakarta (ANTARA News) - Para pegiat pembela Hak Asasi Manusia (HAM) untuk perempuan memerlukan ketangguhan karena aktivitas tersebut memerlukan waktu lama dan juga kerja keras, kata Utusan Khusus Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembela HAM Perempuan Hina Jilani di Jakarta, Selasa sore. Hina Jilani yang menjadi pembicara dalam seminar di kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan mengemukakan bahwa para perempuan pembela HAM perempuan juga perlu memahami dulu pesan yang sangat jelas bahwa HAM perempuan adalah sama dengan HAM secara umum. Para pegiat diharapkan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat akan arti penting HAM perempuan dan setiap undang undang serta peraturan pemerintah diharapkan juga memuat kepentingan dan hak kaum perempuan, kata Hina Jilani yang sedang mengadakan kunjungan ke Indonesia. Pada pembukaan seminar tersebut, Meneg PP Prof. Meutia Hatta juga mengemukakan bahwa perjuangan HAM perempuan di Indonesia sudah dilakukan oleh pemerintah maupun para pegiat masyarakat, kendati harus diakui juga masih banyak kendala yang dihadapi. "Kami juga mengidentifikasi bahwa saat ini terdapat 21 undang-undang di Indonesia yang `bias gender` dalam arti masih diskriminatif, sehingga sejak 2003 hingga 2006 kantor meneg PP bersama Departemen Hukum dan HAM serta DPR -RI telah melakukan beberapa revisi terhadap undang-undang yang bias gender," kata Meutia Hatta. Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI secara aktif melakukan upaya sosialisasi dan advokasi kepada instansi pemerintah tingkat pusat dan daerah serta kepada lembaga organisasi masyarakat tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, tegas Meutia. Meutia juga mengemukakan bahwa dalam Instruksi Presiden No.9/2000 telah tercantum bahwa semua aspek pembangunan dan kegiatan di sektor lembaga masyarakat mengintegrasikan kepentingan, aspirasi dan pengalaman laki-laki dan perempuan dan hasilnya menjadi responsif gender. Namun Meutia mengakui dalam kenyataannya masih menghadapi budaya patriarki yang kuat di dalam masyarakat. Pada seminar berjudul "Peran Lembaga Masyarakat Dalam mendorong Hak Asasi Manusia Kaum Perempuan" yang dihadiri sejumlah wakil dari lembaga-lembaga masyarakat itu juga tampil Ny. Tuti Lukman Sutrisno dari Komisi IX DPR RI yang mengupas peran legislatif dalam menunjang upaya peningkatan HAM perempuan. Selain itu seminar tersebut juga menghadirkan Ny. Ismet Abdullah, istri Gubernur Kepualauan Riau, yang membagikan pengalamannya mendorong pengarusutamaan gender di wilayah tinggalnya. Ny Ismet Abdullah mengemukakan bahwa kepulauan Riau menghadapi kendala sebagai daerah perbatasan, daerah pengembangan ekonomi dengan posisi pulau Batam, yang menjadikan wilayah tersebut sebagai tempat tujuan para pekerja. Dampak dari daya tarik Riau sebagai daerah tujuan kerja oleh tenaga kerja dari Indonesia adalah menumpuknya masalah perburuhan khususnya buruh ilegal dan juga sebagai daerah pesinggahan perdagangan manusia dari Indonesia ke Singapura dan Malaysia.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007