Jakarta (ANTARA News) - Republik Indonesia dan Australia berkolaborasi dalam mengembangkan strategi guna memberantas "Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing" atau aktivitas pencurian ikan di sejumlah kawasan perairan.
Staf Ahli Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut Aryo Hanggono dalam rilis KKP, Senin, menyatakan pengembangan strategi itu dilakukan antara lain dengan menyelenggarakan seminar gabungan yang dilakukan oleh KKP bersama dengan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia di kantor KKP, 20 Oktober 2017.
Seminar yang bertajuk "Enabling Law Enforcement at Sea Through Improved Use of Monitoring and Surveillance Datasets" itu merupakan salah satu wujud kerja sama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Australia dalam mendeteksi bongkar muat ikan di laut dan pemodelan pergerakan kapal yang melakukan pendaratan ikan ilegal.
Menurut Aryo Hanggono, Indonesia adalah penghasil tangkapan ikan ketiga terbesar di dunia dengan pasar ekspor utama ke negara-negara Asia dan Amerika Serikat.
Namun, lanjutnya, pada 2006 diperkirakan Indonesia mengalami kerugian 2 miliar dolar AS, di mana tangkapan ilegal mencapai 1,5 kali jumlah tangkapan legal.
Ia juga berpendapat bahwa salah satu kawasan perairan di wilayah Republik Indonesia yang menjadi titik panas IUU Fishing di Indonesia adalah Laut Arafura.
"Dua lokasi rawan IUU fishing yaitu Laut Arafura dan Samudera Hindia. Seperti yang kita tahu Arafura merupakan golden fishing zone di Indonesia. Kita bisa menangkap ikan sepanjang tahun di sana tanpa ada musiman," paparnya.
Sedangkan bagi kawasan Samudera Hindia, lanjutnya, harus dipantau bersama antara Indonesia dan Australia karena laut itu sangat luas.
Sejumlah kajian menunjukkan total nilai kerugian akibat IUU Fishing saat ini di seluruh dunia diperkirakan 10 - 23,5 miliar dolar AS per tahun.
Sementara itu, kerugian ekonomi nasional Indonesia mencapai 11 - 26 juta ton ikan per tahun, atau lebih dari 20 persen dari total produksi perikanan tangkap tahunan di seluruh dunia.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017