Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan penerimaan uang pokok pikiran atau "pokir" dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait pembahasan APBD-P Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015.
"KPK terus mendalami informasi dugaan penerimaan uang pokok pikiran atau pokir terkait dengan pengesahan APBD-P Tahun Anggaran 2015 oleh sejumlah pihak," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin.
Selain itu, kata Febri, KPK juga mengklarifikasi komunikasi sejumlah pihak terkait perkara ini pada saksi-saksi yang diperiksa.
"Penyidik juga telah memproses pemblokiran rekening tersangka sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dalam penanganan tindak pidana korupsi ini," kata Febri.
KPK pada Senin (23/10) akan memeriksa satu orang staf Sekretaris Dewan dan lima anggota DPRD Kota Malang dalam penyidikan kasus tersebut.
"Penyidik KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap satu orang staf Sekretaris Dewan dan lima anggota DPRD Kota Malang. Pemeriksaan dilakukan di Polres Malang Kota," tuturnya.
Febri mengatakan sejak Rabu (18/10) sampai Senin (23/10) telah dijadwalkan pemeriksaan sekitar 35 saksi.
"31 di antaranya adalah anggota DPRD Kota Malang dan unsur lain adalah mantan Sekretaris Daerah, Kepala Bidang, dan staf Sekretaris Dewan," ucap Febri.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan Ketua DPRD Kota Malang Moch Arief Wicaksono sebagai tersangka dalam dua kasus, yaitu terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015 dan penganggaran kembali pembangunan Jembatan Kedungkandang.
Kasus pertama, Moch Arief Wicaksono diduga menerima suap dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
Diduga Moch Arief Wicaksono menerima uang sejumlah Rp700 juta.
Sebagai penerima Moch Arief Wicaksono disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemberi, Jarot Edy Sulistyono disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Sedangkan pada kasus kedua, Moch Arief Wicaksono diduga menerima suap dari Hendarwan Maruszaman terkait penganggaran kembali proyem pembangunan Jembatan Kedungkandang dalam APBD Pemkot Malang Tahun Anggaran 2016 pada tahun 2015.
Diduga Moch Arief Wicaksono menerima Rp250 juta dari proyek sebesar Rp98 miliar yang dikerjakan secara multiyears tahun 2016-2018.
Sebagai penerima Moch Arief Wicaksono disangkakan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sebagai pemberi Hendarwan Maruszaman disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017