Kudus (ANTARA News) - Ribuan warga Kudus, Jawa Tengah, berencana turun ke jalan, Selasa (12/6) guna menggelar aksi damai menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria. Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kudus dan Jawa Tengah, M Asad, di Kudus, Senin malam, menyatakan akan mengerahkan sekitar 5.000 pekerja untuk mendukung aksi tersebut. "Sebagaimana masyarakat yang lain, kami dari kalangan pekerja juga sangat khawatir dengan rencana pembangunan PLTN itu," katanya. Selain KSPSI yang akan menyumbang massa terbesar, aksi juga akan diikuti sejumlah organisasi kemasyarakatan, mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). "Teman-teman yang lain kami perkirakan jumlahnya akan mencapai 1.500 orang. Jadi, total akan ada 6.500 orang yang ikut aksi damai," kata Asad seraya menambahkan aksi akan dipusatkan di Alun-alun Simpang Tujuh, Kudus. Ketua LSM Masyarakat Reksa Bumi (Marem) Lilo Sunaryo mengatakan, dari berbagai aspek, teknologi pembangkit nuklir belum saatnya diterapkan di Indonesia. "Baik dari segi teknologi, ekonomi, sosial, belum saatnya kita menerapkan tekonologi nuklir. Pemerintah jangan latah ikut-ikutan teknologi asing," katanya. Dikatakannya, di seluruh dunia terdapat 32 PLTN, enam di antaranya terjadi kebocoran. Misalnya di Chernobyl (Ukraina saat masih tergabung di Uni Soviet), Three Miles Island (AS), dan Port Hope (Kanada). "Menurut teori kemungkinan terjadi kebocoran 1:1 juta. Tetapi di lapangan faktanya demikian. Yang jelas, meledak atau tidak, PLTN tetap mengeluarkan radiasi yang berbahaya bagi kelangsungan hidup," katanya. Sebagai negara yang kaya sumber daya alam, kata Lilo, Indonesia semestinya memanfaatkan sumber energi yang ramah lingkungan yang banyak terdapat di negara ini, seperti tenaga surya, tenaga angin, panas bumi, tenaga gelombang dan arus, bioenergi dan lain-lain. Arif Zain dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah menambahkan, jika reaktor tipe Pressurized Water Reactor (PWR) itu jadi dibangun maka setiap jamnya dibutuhkan air 150 juta liter untuk pendingin. "Artinya, air laut akan disedot untuk itu. Ini akan menyebabkan rusaknya terumbu karang dan matinya biota laut. Ini juga akan membuat Pulau Jawa kolaps," katanya. Pihak Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), sebelumnya, menyatakan akan membangun empat unit PLTN Muria. Unit pertama kemungkinan sudah bisa beroperasi pada 2016. Sementara unit kedua akan dijalankan pada 2017, yang akan dilanjutkan dengan sejumlah proses seperti evaluasi dan alih teknologi. Selanjutnya berurut pada 2018 dan 2019, dua unit reaktor lainnya dioperasikan. Masing-masing reaktor itu akan menghasilkan tenaga listrik sekitar 1.000 megawatt. Pembuatan satu reaktor nuklir tersebut diperhitungkan membutuhkan dana 1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp15 triliun.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007