Wamena, Papua (ANTARA News) - 11 warga Distrik Samenage, Kabupaten Yahukimo, Papua, meninggal secara misterius pada Oktober 2017 setelah mengalami gejala rambut rontok, badan bengkak, dan kulit terkelupas.
Pastor John Jonga Pr bersama masyarakat Yahukimo saat jumpa pers, di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Rabu, mengatakan, sebelumnya telah dikirim kader kesehatan gereja untuk memberikan pertolongan bagi 11 orang itu, namun karena diagnosis pasti tidak diketahui sehingga belasan warga itu tidak dapat tertolong.
"Mulai dari Mei sampai sekarang sudah lebih dari 40, hampir 50 orang yang meninggal, karena data terakhir dalam bulan Oktober ada tambahan 11 orang. Dalam bulan Oktober ini baru kemarin pemerintah mengutus seorang dokter yang sudah berangkat kemarin. Saya tidak tahu apakah satu dokter ini mampu melayani warga sembilan desa di sana atau tidak," katanya.
Berdasarkan informasi dari kader kesehatan yang ditempatkan pihak gereja di Samenage, menurut Jonga, sebelum meninggal, masyarakat mengalami gejala-gejala diagnosis yang tidak diketahui secara pasti oleh kader yang ditempatkan di sana.
"Saya dengar dari kader kesehatan, kematian terjadi setelah masyarakat mengalami gejala badan bengkak, rambut rontok, sesak nafas," katanya.
Di tempat yang sama, Kader Kesehatan Gereja yang bertugas di Samenage, Habel Lokon, mengatakan, kesehatan masyarakat di Samenage kurang baik sebab banyak pasien mengalami sesak napas, cacingan, mencret, kadas, lemah, kulit terkelupas dan rambut rontok.
"11 orang yang meninggal ini terhitung mulai tanggal 9 Oktober sampai pertengahan bulan. Sebelum meninggal pasien mengalami gejala telinga tuli, kulit terkelupas, rambut rontok, baik orang dewasa, pelajar SMA dan SD," katanya.
Untuk memberikan pertolonga sebelum pasien meninggal, Lokon memberikan antibiotika, vitamin karena beberapa kejadian fisik pada pasien seperti kulit terkelupas dan kurus.
Sekretaris Desa Hubi Lokon, Samenage Niko Huge, mengatakan, kepala puskesmas pembantu dan kepala puskesmas yang ditempatkan di Samenage tidak pernah berada di tempat walau mereka terus menerima gaji dan tunjangan dari pemerintah.
"Biasa kami ditolong oleh pastor (Pastor John Jonga Pr) apabila masyarakat terkna penyakit. Pastor bukan kepala puskesmas, tetapi yang menyelamatkan masyarakat adalah pastor. Ada suster yang diutus oleh pastor John juga ke kampung kami. Kami minta kepala pustu dan kepala puskesmas diganti. Kami minta orang baru," katanya.
Hal yang sama disampaikan Kepala Suku Haleroma, Emanuel Esema. Menurut dia, beberapa tahun terakhir petugas kesehatan dan pendidikan yang ditempatkan di sana tidak berada di tempat.
Pewarta: Marius Yewun
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017