Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Anies Baswedan menyebut kata pribumi saat berbicara mengenai sejarah dalam pidato pertamanya setelah dilantik Gubernur DKI Jakarta, bukan untuk mendiskriminasi.
"Pidatonya bicara tentang kolonial, konteksnya kan sejarah dia menceritakan. Jadi jangan hanya potong satu kata, dalam konteks apa dia bicara. Jadi dia bicara konteks sejarah, tidak bicara diskriminatif," kata Wakil Presiden (Wapres) dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Selasa.
"Kan tidak salah kalau dia mau bicara kalau konteksnya sejarah. Kalau katakan sudah kalian jangan kasih kesempatan, nah itu salah," katanya menanggapi pro dan kontra mengenai pidato Anies.
Dalam pidato politiknya di Balai Kota DKI Jakarta pada Senin, Anies menuturkan bahwa Jakarta merupakan bagian penting sejarah, tempat para perintis kemerdekaan berkumpul, janji kemerdekaan ditulis, proklamasi kemerdekaan disampaikan.
Anies juga menyebut Jakarta sebagai "satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat, penjajahan di depan mata, selama ratusan tahun."
"Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh tapi di Jakarta bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme itu di depan mata. Dirasakan sehari hari. Karena itu bila kita merdeka maka janji janji itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta," katanya.
"Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami."
"Kita yang bekerja keras untuk merebut kemerdekaan. Kita yang bekerja keras untuk mengusir kolonialisme. Kita semua harus merasakan manfaat kemerdekaan di ibu kota ini. Dan kita menginginkan Jakarta bisa menjadi layaknya sebuah arena aplikasi Pancasila."
Penggunaan kata "pribumi" dalam pidatonya menjadi kontroversi di kalangan netizen, dengan sebagian menganggapnya tidak pantas.
BACA: Setara nilai pidato Anies Baswedan soal pribumi tidak pantas
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017