Sekretaris Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Kementerian PPPA, Niken Kiswandari di Bukittinggi, Selasa, mengatakan kuota legislatif bagi perempuan sebesar 30 persen sementara di Sumbar masih di angka 10 persen.
"Kalau 10 persen berarti masih tertinggal, malah masih ada daerah yang belum ada perempuan di legislatif. Ini perlu didorong jelang pelaksanaan pemilu 2019 nanti," tambahnya.
Indonesia sudah ditunjuk oleh PBB untuk mencapai Planet 50:50 dan pada 2030 angka itu hendaknya sudah tercapai. "Artinya harus setara antara perempuan dan laki-laki, pelatihan ini sekaligus sebagai langkah untuk mencapai target tersebut," ujarnya.
Sesuai amanat UUD 1945, perempuan jangan hanya menjadi beban pembangunan melainkan ikut aktif apalagi indikator keberhasilan sumber daya manusia juga dilihat dari indeks pembangunan gender (IPG).
"Dari sana dilihat bagaimana peran perempuan dalam politik, kepemimpinan atau pengambilan keputusan dan lainnya," ujarnya.
Pelatihan peningkatan kapasitas politik perempuan sudah menjadi agenda Kementerian PPPA di mana tahun lalu dilaksanakan di 15 propinsi dan pada 2017 dilaksanakan di 21 propinsi.
Pelatihan yang dilaksanakan pada 17 dan 18 Oktober 2017 di Bukittinggi itu bekerjasama dengan Dinas PPPA Sumbar dan diikuti oleh 80 perempuan kader partai politik.
Para peserta dibekali dengan materi seputar sistem pemilu dan implikasinya bagi keterwakilan perempuan, strategi kampanye, "personal branding", strategi memperoleh suara dan strategi mengawal suara.
Peneliti di Lembaga Kajian dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat selaku pemateri dalam pelatihan tersebut, Pratiti Budiasih mengatakan masih rendahnya partisipasi perempuan di legislatif disebabkan karena kurangnya persiapan dan kecenderungan masyarakat memilih calon legislatif laki-laki.
Salah satu yang perlu disiapkan perempuan dalam pemilu adalah "branding".
"Kalau dalam pemilu, perempuan harus menyiapkan dirinya untuk menampilkan siapa dirinya, sudah melakukan apa bagi masyarakat dan melakukan apa bagi masyarakat," jelasnya.
Salah satu tokoh perempuan dengan "branding" yang cukup dikenal yaitu Rieke Diah untuk buruh dan TKI.
"Branding ini harus sesuai dengan diri dan kemudian harus dipenuhi jika terpilih nanti, kalau tidak masyarakat akan lebih apatis lagi pada perempuan," katanya.
Pewarta: Irfan Taufik
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017