Jakarta (ANTARA News) - Ketua Setara Institute, Hendardi, kecewa terhadap isi pidato Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang membedakan antara golongan pribumi dan non pribumi.
Dari siaran pers Setara Institute, Hendardi mengatakan, pidato itu bisa dianggap mengandung unsur rasisme.
"Pidato yang penuh paradoks. Di satu sisi mengutip pernyataan Bung Karno tentang negara semua untuk semua, tapi di sisi lain menggelorakan supremasi etnisitas dengan berkali-kali menegaskan pribumi dan non pribumi sebagai diksi untuk membedakan sang pemenang dengan yang lainnya," katanya.
Selain itu penggunaan istilah pribumi, Anies bisa dianggap telah melanggar Instruksi Presiden Nomor 26/1998 yang melarang penggunaan istilah pribumi dan non pribumi untuk menyebut warga negara.
Tak hanya itu, Anies dinilai telah mengabaikan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Menurut Hendardi, pidato Baswedan seharusnya berisi ajakan untuk menyatukan kebersamaan warga Jakarta yang sebelumnya terbelah saat Pilkada DKI Jakarta.
"Anies seharusnya di hari pertama kerja melakukan emotional healing atas keterbelahan warga Jakarta akibat politisasi identitas, tetapi justru mempertegas barikade sosial atas dasar ras dan etnis," katanya.
Pidato perdana Baswedan usai dilantik sebagai gubernur DKI Jakarta menjadi kontroversi lantaran menggunakan kata pribumi.
Berikut petikan pidato Anies yang menjadi kontroversi tersebut:
Jakarta ini satu dari sedikit kota di Indonesia yang merasakan kolonialisme dari dekat, penjajahan di depan mata, selama ratusan tahun. Di tempat lain mungkin penjajahan terasa jauh tapi di Jakarta bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme itu di depan mata. Dirasakan sehari hari. Karena itu bila kita merdeka maka janji janji itu harus terlunaskan bagi warga Jakarta.
Dulu kita semua pribumi ditindas dan dikalahkan. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. Itik telor, ayam singerimi. Itik yang bertelor, ayam yang mengerami.
Pewarta: Anita Dewi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017