"Ide yang bagus, karena pesawat itu jangkauanya lebih jauh dan lebih mudah operasionalnya dari pada kapal patroli laut. Tapi ya itu tadi, kalau pengelolaannya jadi tidak profesional akhirnya menjadi beban kepada negara," kata Menteri Susi di Meulaboh, Senin.
Pernyataan itu disampaikan usai menjadi pemateri pada kuliah umum yang diselenggarakan Universitas Teuku Umar (UTU), Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, dalam rangkaian acara Simposium Nasional dan Expo Kelautan dan Perikanan 2017.
Rencana pembelian pesawat udara tersebut sempat diungkapkan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, yang berencana memanfaatkan enam unit pesawat udara berkapasitas kecil seharga Rp12 miliar untuk menjaga kedaulatan laut Aceh yang rentan dari pencurian ikan.
Susi menilai penggunaan pesawat udara sebagai langkah maju dan peningkatan efisiensi dalam hal pengawasan dibandingkan kapal patroli laut, sebab kecepatan maksimum kapal patroli laut hanya mencapai 25 km/jam sedangkan pesawat udara mampu hingga 150-300 km/jam.
"Saya pikir, bukan persoalan tepat atau belum tepat, tergantung urgensinya, kalau urgent dilaksanakan saja, tapi itu tadi harus transparan dan good governance, untuk program utamakan itu untuk menjalankannya," sebut Menteri Susi yang berpakaian adat Aceh itu.
Lebih lanjut dikatakan, terhadap pembangunan sektor kemaritiman di Provinsi Aceh yang sedang dilakukan yakni pembangunan poster presentation on radar, di Sabang, karena Kota Sabang merupakan salah satu titik paling luar Indonesia.
Pengawasan pencurian ikan akan terus ditingkatkan, saat ini di Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah ada satelit dan hampir setiap daerah sudah terbentuk Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), termasuk di Aceh.
"Seperti di Aceh Selatan sudah disampaikan tadi oleh Kadis DKP, sudah ada kantor, tapi belum fungsi, nanti kita fungsikan. Nanti kita bikin monitoring kita bantu, bahkan ada poster radar di Sabang untuk Aceh," katanya menambahkan.
Pewarta: Anwar
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017