Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin sore, bergerak menguat sebesar 13 poin menjadi Rp13.485 per dolar AS setelah pada akhir pekan lalu berada pada Rp13.498 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova mengatakan bahwa data neraca perdagangan yang sesuai harapan pasar dengan melanjutkan tren surplus menjadi salah satu faktor positif bagi pergerakan rupiah.
"Neraca perdagangan yang surplus itu menjadi salah satu indikator kekuatan ekonomi nasional," katanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada September 2017 neraca perdagangan Indonesia mengantongi surplus senilai 1,76 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Secara kumulatif, neraca perdagangan periode Januari-September 2017 mencatatkan surplus sebesar 10,87 miliar dolar AS.
Ia menambahkan bahwa dengan mata uang domestik yang menguat, juga menandakan kondisi ekonomi nasional yang kondusif. Dengan begitu, aset-aset berdenominasi rupiah menjanjikan imbali hasil yang baik.
Analis Binaartha Sekuritas reza Priyambada menambahkan bahwa masih adanya pertanyaan kepastian kenaikan suku bunga The Fed pada Desember tahun ini menjadi salah satu faktor yang membebani laju dolar AS sehingga cenderung mengalami tekanan terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.
"Di tengah ketidakpastian itu, pelaku pasar uang cenderung mengakumulasi aset-aset di negara berkembang, termasuk Indonesia karena imbal hasil yang ditawarkan cukup baik," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin ini (16/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.483 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.508 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017