Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat sore, menguat sebesar lima poin menjadi Rp13.490 per dolar AS, setelah pada hari sebelumnya ditutup pada Rp13.495 per dolar AS.
Chief Market Strategist FXTM, Hussein Sayed di Jakarta mengatakan bahwa publikasi notulen pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 19-20 September 2017 telah mempengaruhi rupiah yang cenderung menguat.
"Walaupun pasar masih memperhitungkan kemungkinan The Fed akan meningkatkan suku bunga AS pada akhir tahun 2017 ini, pelaku pasar tampaknya telah mempersiapkan untuk menghadapi hal itu dengan baik," katanya.
Ia menambahkan bahwa inflasi rendah masih menjadi masalah utama bagi The Fed unutk menaikan suku bunganya. Ketua The Fed Janet Yellen menyatakan inflasi sebagai sebuah "misteri". Jika inflasi meleset dari harapan maka pengetatan kebijakan moneter akan menjadi negatif bagi ekonomi Amerika Serikat.
"Notulen rapat Fed yang dirilis merefleksikan kekhawatiran itu. Beberapa anggota The Fed menekankan bahwa keputusan meningkatkan suku bunga harus berdasarkan data ekonomi yang mendukung," katanya.
Portfolio Manager, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Andrian Tanuwijaya mengatakan bahwa saat ini Indonesia memiliki ketahanan yang jauh lebih baik untuk menghadapi volatilitas mata uang dolar AS dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Volatilitas rupiah terjaga didukung oleh cadangan devisa tinggi, posisi surplus neraca perdagangan, dan defisit neraca berjalan yang terkendali," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat ini (13/10) mencatat nilai tukar rupiah bergerak menguat ke posisi Rp13.508 dibandingkan posisi sebelumnya Rp13.521 per dolar AS.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017