Jakarta (ANTARA News) - Pengembangan inovasi dan penerapan standar keamanan produk mampu memacu daya saing industri makanan dan minuman (mamin) nasional di kancah global sehingga akan mendorong perluasan pasar ekspor.


Pada periode Januari-Juni 2017, nilai ekspor produk mamin termasuk minyak kelapa sawit mencapai 15,4 miliar dollar AS, yang membuat neraca perdagangan menjadi positif.


“Fokus pengembangan kami untuk industri mamin, yaitu food innovation dan safety agar produknya semakin kompetitif di pasar domestik dan ekspor,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Rabu.


Airlangga juga menyampaikan, industri mamin merupakan salah satu sektor yang konsisten mengalami pertumbuhan cukup tinggi, bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.


Capaian gemilang ini tidak terlepas peran dari penyerapan pasar dalam negeri.


“Indonesia dengan memiliki jumlah penduduk sebanyak 258,7 juta orang menjadi pangsa pasar yang sangat menjanjikan. Apabila para pelaku industri mamin kita memanfaatkan potensi pasar tersebut, diyakini kinerja sektor unggulan ini akan tumbuh lebih baik,” paparnya.


Kemenperin mencatat, pada triwulan II tahun 2017, pertumbuhan industri mamin nasional sebesar 7,19 persen.


Sektor strategis ini juga berperan penting dalam memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) industri non-migas, di mana mampu menyumbangkan sebesar 34,42 persen atau tertinggi dibanding subsektor lainnya.


“Industri mamin di Tanah Air cukup banyak dan tidak hanya meliputi perusahaan skala besar saja, tetapi telah menjangkau di tingkat kabupaten untuk kelas industri kecil dan menengah (IKM). Bahkan, sebagian besar dari mereka sudah ada yang go international,” ungkapnya.


Apalagi, Airlangga menyatakan, pihaknya tengah memacu kinerja industri padat karya berorientasi ekspor. Untuk itu, Kemenperin mengusulkan penghitungan insetif fiskal berupa tax allowance berbasis pada jumlah penyerapan tenaga kerja.


“Regulasi ini sedang dibahas dengan Kementerian Keuangan, kami berharap tahun ini peraturannya bisa keluar,” tegasnya.


Di samping itu, guna mendongkrak produktivitas, Kemenperin terus berupaya mendorong pemenuhan bahan baku bagi industri mamin.


“Industri kan basisnya nilai tambah. Untuk proses hilirisasi, sekor hulu perlu dijamin ketersediaan bahan bakunya seperti gandum, gula, dan garam,” imbuhnya.


Menurut Airlanga, langkah tersebut turut memicu peningkatan investasi di dalam negeri. Pada semester I tahun 2017, nilai investasi industri mamin mencapai Rp37,36 triliun atau naik 25,41 persen dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp29,79 triliun.


Peningkatan investasi terjadi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).


Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto mengemukakan, guna mememenuhi aspek produk yang aman, bergizi dan bermutu, pihaknya telah mendorong penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI), Good Manufacturing Practices (GMP), Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP), Food Hygiene, Food Safety, Food Sanitation, serta Standar Pangan Internasional (CODEX Alimentarius).


“Standardisasi tersebut menjamin perusahaan menerapkan cara pengolahan dan sistem manajemen keamanan pangan yang baik mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan, pengemasan, serta distribusi dan perdagangannya. Hal ini tentunya memperkuat daya saing industri mamin,” jelasnya.


Dalam menghadapi persaingan tingkat global, Indonesia saat ini telah berpartisipasi aktif di dalam forum Codex Alimentarius Commission yang bertujuan untuk membahas standar mutu dan keamanan pangan dunia yang terkait dengan kepentingan industri.


“Dalam proses integrasi ASEAN Economic Community pada tahun ini, industri mamin merupakan salah satu sektor yang akan dipercepat pelaksanaannya,” ujar Panggah.


Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017