Jakarta (ANTARA News) - Pengamat pasar uang menyatakan rupiah pekan depan diperkirakan akan kembali ke level Rp9.000 per dolar AS, menyusul pembelian mata uang lokal itu oleh pelaku pasar, setelah akhir pekan ini terpuruk hingga mencapai posisi Rp9.100. "Rupiah keblablasan hingga di posisi Rp9.100 per dolar AS, setelah muncul kabar bahwa pajak transaksi saham akan dinaikkan," kata pengamat pasar uang, Edwin Sinaga, di Jakarta, akhir pekan ini. Namun, katanya, kekagetan pasar itu hanya akan sebentar dan pasar akan kembali tenang, mengingat rencana itu masih berupa simulasi atau "exercise", sementara pajak transaksi saham masih sebesar 0,1 persen. "Kami optimistis pelaku pasar akan kembali memburu rupiah setelah pada pekan ini terpuruk, akibat kekagetan rencana kenaikan pajak transaksi saham itu," tambahnya. Dikatakannnya pemerintah belum waktunya mengikuti kebijakan yang diterapkan China yang menaikkan pajak transaksi saham dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen. Pasar modal Indonesia mudah goyah apabila ada isu yang muncul di pasar, jauh berbeda dibanding dengan pasar modal China yang berkembang pesat dan kokoh, katanya. Rupiah, menurut dia, tertekan terkena efek domino, namun Bank Indonesia diharapkan akan menggunakan cadangan devisanya untuk menahan rupiah hingga tidak mencapai Rp9.200 per dolar AS. Ia mengatakan, apabila rupiah menembus level Rp9.100 per dolar AS dikhawatirkan kepercayaan investor akan makin berkurang. "Karena itu kami optimis rupiah akan kembali ke level Rp9.000 per dolar AS, karena pada posisi itu rupiah dinilai cukup stabil baik bagi eksportir maupun importir," katanya. Dikaitkan dengan target BI terhadap rupiah, menurut dia, kemungkinan besar tidak akan terliwati, karena ada kecenderungan BI akan melakukan intervensi di pasar. "Apalagi suku bunga AS cenderung akan naik untuk menahan inflasi yang cenderung meningkat," katanya. Mengenai suku bunga riil, ia mengatakan, BI harus hati-hati dalam melaksanakan kebijakannya, karena kecenderungan turunnya suku bunga itu akan memicu investor asing mengalihkan dananya ke tempat lain. "Untuk menahan hot money asing itu harus lebih banyak dilakukan IPO (Internal public offering) baru, sehingga dana tersebut tetap berada di pasar domestik," ucapnya. (*)
Copyright © ANTARA 2007