Lampung Timur (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Lampung Timur menyatakan bahwa beras untuk keluarga prasejahtera (rastra) yang dimasak sebagai sarapan pagi satu keluarga di Desa Karang Anyar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, aman untuk dikonsumsi.
Pernyataan itu disampaikan menyusul kasus kejang-kejang dan muntah yang dialami satu keluarga di daerah itu setelah sarapan pagi dengan nasi beras raskin, telor, dan sambal, beberapa waktu lalu. Satu di antaranya bahkan meninggal dunia.
"Kami bersama tim yang terdiri atas unsur Forkopimda, Forkopimcam Labuhan Maringgai, Bulog, unsur polisi dan TNI dan masyarakat sekitar pada Minggu (8/10) datang ke rumah Bapak Heri, di situ beras rastra yang dikonsumsi keluarga Heri, dimasak dan dimakan bersama-sama, hasilnya aman," kata Kabag Perekonomian Pemkab Lampung Timur, Sri Budiati di Lampung Timur, Senin.
Menurut dia, dari hasil kunjungan tim Pemda Lampung Timur menyimpulkan beras rastra yang dikonsumsi satu keluarga Heri aman dan tidak beracun.
Kabag Perekonomian Pemkab Lampung Timur ini menambahkan beras rastra dari Bulog Lampung Timur yang didistribusikan ke masyarakat aman dikonsumsi karena sebelum didistribusikan telah melalui tahapan pengecekan.
"Kami selalu lakukan cek di gudang Bulog apakah baik dan aman," kata dia menjelaskan.
Sebelumnya diberitakan satu keluarga di Desa Karanganyar Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur, kejang-kejang dan muntah-muntah usai sarapan pagi, satu diantaranya meninggal dunia.
Salah seorang korban Heri (37) warga Desa Karanganyar Lampung Timur, Minggu (8/10) sore mengungkapkan kembali peristiwa yang terjadi pada Sabtu (23/9) lalu, kepada sejumlah awak media.
Heri menuturkan usai sarapan pagi, enam anggota keluarganya termasuk dirinya muntah-muntah dan kejang-kejang meski sempat mendapatkan pertolongan tetangganya dengan memberikan air kelapa muda sebagai obat penawar dan sempat dirawat di puskesmas, namun putrinya tidak selamat.
"Usai sarapan pagi setengah jam kemudian kami muntah-muntah, anak saya yang bungsu si Silvi umur 2,5 tahun setelah Isya meninggal," katanya.
Ia mengaku tidak mengetahui pasti penyebab sakit keluarganya usai sarapan pagi itu.
Namun dia menyebutkan makanan sarapan pagi keluarganya itu berupa nasi dari beras rastra bantuan Bulog, lauk telur dan sambal.
"Saya tidak tahu pasti apa sebabnya, yang kami makan itu hanya nasi dari beras raskin, lauk telur dan sambal," sebutnya.
Meski putrinya meninggal, Heri yang bekerja sehari-hari sebagai penambal ban mengaku telah merelakan kematiannya.
"Saya ikhlas, biar tenang di alam sana tapi kalau diingat saya sedih sekali, " ujarnya.
Pewarta: Agus Wira Sukarta dan Muklasin
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017