"Lukisan" empat buah tulang-tulang daun berwarna kuning transparan bercampur dengan warna hitam dan putih dalam bingkai bertajuk "The Autumn Leaves" itu seakan membawa alam imajinasi pada suasana musim gugur yang dingin dan sepi.
Di sebelahnya nampak "lukisan" bulan bulat penuh berwarna oranye dengan bercak-bercak putih berlatar belakang hitam dilatar depannya potongan siluet "pohon" sepertinya menggambarkan keindahan malam yang diterangi "Purnama".
"The Autumn Leaves" dan "Purnama" merupakan dua dari 50 karya fotografi seniman Eddie Prabu yang dipamerkan di Balai Budaya Jakarta dari 2-9 Oktober 2017.
Melalui 50 karya fotografi yang dipamerkan itu, seniman kelahiran Kartasura, Sukoharjo Jawa Tengah 65 tahun lalu tersebut seperti mengajak pengunjung untuk menyusuri dunia imajinasinya.
Meskipun karyanya dituangkan dalam medium fotografi,Eddie Prabu tidak semata menangkap pemandangan alam ataupun keindahan panorama dan menjepretkan kameranya untuk kemudian dicetak dalam kertas lalu dipamerkan begitu saja.
Dalam pameran bertajuk "The Magic is in the Process" tersebut Eddie benar-benar berkarya menuangkan segala kemampuan seninya ke dalam "kanvas" fotografi dan hasilnya memang seperti sebuah lukisan abstrak yang penuh imajinasi.
Jika meminjam istilah aliran dalam seni lukis ada aliran realis, surealis, abstrak, maka foto-foto yang ditampilkan kali ini lebih mengarah pada gaya abstrak, sehingga gambar-gambar yang tersaji juga tidak dalam bentuk nyata.
Seperti foto berjudul "Menjerat Api" yang memperlihatkan seperti goresan-goresan cat yang dituangkan pada kain kanvas atau "Interwine" yang menggambarkan sulur-sulur berwarna hijau transparan dilatarbelakangi warna putih dan kelabu.
Dalam proses kreatif untuk menghasilkan karya-karya fotografi imajinatif tersebut, Eddie menuturkan semua berawal dari keisengan atau "bermain-main", yang tanpa disadarinya justru memunculkan bentuk-bentuk keindahan tersendiri.
Keisengan atau "bermain-main" tersebut dalam arti harafiah, karena dalam proses kreatifnya sang seniman memang banyak memanfaatkan benda-benda sehari-hari seperti mihun, es batu, rangka daun kering, serat karung goni, sendok plastik, cairan pewarna makanan dan barang-barang lain yang sepertinya tak berharga.
Seperti yang diperlihatkannya pada pengunjung pamerannya, Eddie mampraktikkan bagaimana cairan pewarna makanan yang dituangkan dalam selembar plastik, dicampurnya dengan mihun untuk kemudian bisa menghasilkan bentuk yang menarik dan imajinatif dan siap diabadikan dengan kameranya.
Atau air yang ditaruh dalam mangkuk transparan kemudian diteteskan bahan-bahan pewarna makanan sesuai imajinasinya sehingga menghasilkan citra gambar yang indah.
Eddie mengisahkan awal muncul proses kreatif tersebut yakni ketika sedang mengambil foto-foto makro di kali-kali, lalu dilanjutkan dengan visualisasi puisi dengan setting yang dibuat serius, di bak mandi.
Karena ingin membuat hasil foto yang realis maka visualisasinya harus senyata mungkin , kalau ada yang kekurangan sedikit saja langsung kelihatan dan tidak sempurna.
Dari situlah Eddie akhirnya membuat rekaan berdasarkan pada hal-hal kecil atau instalasi kecil-kecilan dengan penyinaran yang diubah dari belakang.
"Hasilnya sangat menakjubkan dan gemilang warnanya. Akhirnya jadi ketagihan. Berlanjut sekian banyak, sekian macam dan masih banyak ekplorasi dari bahan-bahan yang ada. Warnanya juga bisa dimain-mainkan," ujar lelaki yang juga gemar menulis cerpen dan puisi itu, membuat patung dan instalasi.
Keseruan tersendiri
Setiap proses kreatif dengan bahan-bahan yang dipergunakan dalam menciptakan karya-karya fotonya selalu memiliki keseruan tersendiri, seperti dia harus mengukir es batu dengan alat semacam las kecil hanya untuk membuat lubang atau mengurangi ketebalan. Begitu selesai dia harus cepat-cepat memikirkan komposisi dan memotret karena kalau tidak es akan segera mencair, bentuknya berubah.
Tak hanya itu, untuk menghasilkan es yang bening agar cahaya bisa tembus, maka dia harus merebusnya, kemudian didinginkan, direbus lagi sampai makin bening hingga tujuh kali.
"Tapi itulah asyiknya, saya berkejar-kejaran dengan bahan yang seperti harus berubah," ujarnya.
Proses kreatif Eddie untuk menghasilkan karya-karya foto imajinatif tersebut dimulainya sejak 2012 yang awalnya bermula dari keinginannya menerjemahkan puisi dalam bentuk visual fotografi.
Eddie Prabu yang pernah menekuni pekerjaan di permajalahan dan desian grafis itu belajar memotret secara otodidak dan hingga kini dia telah menggelar pameran tunggal sebanyak dua kali.
Pameran fotonya yang pertama berjudul "Air, Pasir dan Buih" berisi foto-foto hitam putih dari sungai dan laut yang dia jumpai. Sedangkan "The Magic is in The Process" merupakan pameran foto tunggalnya yang kedua.
Keke Tambunan selaku pekerja seni, tidak hanya menyatakan kekagumannya atas keindahan yang ditampilkan dalam karya-karya fotografi Eddie Prabu namun yang lebih dari itu dalam proses pembuatannya sehingga menjadi sebuah bentuk seni.
Karya-karya foto yang diciptakan Eddie dan proses penghasilkan image-image yang ajaib tersebut memang tak lepas dari "bermain" dan keisengan, namun tidak berarti hasilnya sekedar main-main.
Dalam filosofi Eddie, ternyata dalam proses "bermain", yang tak jarang dia menemui problem maka dari situ harus mencari cara untuk mengatasinya. Kalau tidak melakukan itu tidak akan menemukan solusinya. "Disitulah letak bermainnya," ujarnya.
Oleh Rz. Subagyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2017