"Memperbaiki UU bukan hanya terkait dengan penguatan kelembagaan, tetapi memang banyak yang harus diperbaiki," kata dia, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan pada 2012 mereka sudah menyampaikan usulan untuk revisi undang-undang itu. Namun, hingga saat ini usulan itu masih dalam pembahasan, termasuk menyiapkan naskah akademis dari perubahan undang-undang itu.
"Program Legislasi Nasional diharapkan pada 2018," kata Parman.
Selain itu, lanjut dia, perkembangan teknologi dan transaksi perdagangan menuntut adanya penataan ulang khususnya terkait dengan masalah perlindungan konsumen yang saat ini tersebar di berbagai sektor.
Transaksi oleh pelaku usaha dan konsumen terus berkembang dan melibatkan banyak aspek pengatura. Diharapkan ke depannya harus mampu mewadahi perkembangan aplikasi internet seperti e-commerce, logistik barang dan jasa, isu keamanan dan kedaulatan jaringan serta data informasi dan lainnya.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Industri Pengolahan Makanan dan Protein Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Thomas Darmawan, juga mengatakan hal senada bahwa perlu ada revisi UU tersebut karena selama ini penegakan UU Perlindungan Konsumen itu masih terkendala.
Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah seperti aspek gramatika, sistematika undang-undang, pegaturan tanggung jawab pelaku usaha, penyelesaian sengketa konsumen dan masalah kelembagaan.
"Pelaksanaan dan penegakan UU Perlindungan Konsumen masih menghadapi berbagai kendala," kata Darmawan.
Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017