Ankara, Turki (ANTARA News) - Seorang jaksa Turki menuntut kelompok aktivis hak azasi manusia (HAM), termasuk kepala Amnesti Internasional dengan hukuman penjara hingga 15 tahun atas tuduhan terorisme, demikian keterangan Amnesti Internasional.

Penahanan para aktivis pada Juli lalu, yang menahan warga negara Jerman dan Swedia, memperkeruh ketegangan antara Ankara dan pemimpin Uni Eropa yang khawatir Turki akan menuju pemerintahan otoriter yang lebih besar oleh Presiden Tayyip Erdogan.

Mereka ditahan setelah menghadiri sebuah lokakarya tentang keamanan digital di sebuah pulau di Istanbul. Delapan dari mereka telah ditahan sejak saat itu, dituduh sebagai anggota "organisasi teroris bersenjata" dan ikut membantunya.

"Surat dakwaan ini hanya sedikit dari saling timpa sindiran dan ketidakbenaran, serta merupakan dakwaan yang memberatkan pada kekurangan dalam sistem peradilan Turki," ujar John Dalhuisen, Direktur Amnesti Internasional Eropa dalam sebuah pernyataan.

"Pengadilan harus menolaknya secara keseluruhan dan memastikan bahwa teman dan kolega kami segera dibebaskan tanpa syarat," tegasnya.

Tak lama setelah mereka ditahan, Jerman mengatakan sedang meninjau pengajuan untuk proyek senjata dari Turki. Seorang menteri di Berlin membandingkan perilaku Ankara mengenai penahanan para aktivis tersebut seperti bekas komunis Jerman Timur yang otoriter.

Kanselir Jerman Angela Merkel juga mengatakan pada bulan lalu bahwa perjalanan Turki selama 12 tahun untuk bergabung dengan Uni Eropa harus dihentikan.

"Tuntutan sampai 15 tahun penjara sama sekali tidak dapat dipahami oleh kami dan tidak dapat diterima," ujar Menteri Luar Negeri Jerman Sigmar Gabriel dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa Berlin telah menghubungi pemerintah Turki mengenai masalah tersebut.

Di antara para tahanan yang tertangkap pada Juli terdapat direktur Amnesti Internasional Turki Idil Eser, warga Jerman Peter Frank Steudtner dan warga Swedia Ali Gharavi, dan secara resmi dikenai dakwaan.

"Kami melakukan semua yang kami bisa untuk membawa warga Jerman yang dipenjara, termasuk Peter Steudtner, kembali ke Jerman," kata Gabriel.

Pemerintahan Erdogan mengatakan berbagai kritik dari Uni Eropa tentang kasus tersebut, dan tindakan keras yang lebih luas di Turki menyusul kudeta militer yang gagal pada tahun lalu, tidak memahami skala tantangan keamanan yang sedang dihadapi Turki.

Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017