Observatorium tersebut merupakan kelompok pemantau perang yang bermarkas di Inggris.
Pada Sabtu, Presiden Turki, Tayyip Erdogan, mengatakan, pemberontak Suriah yang didukung pasukan Turki akan memulai operasi di daerah itu, yang sebagian besar dikendalikan kelompok Tahrir al-Sham.
Kelompok pemberontak yang ikut dalam operasi tersebut mengatakan pada Sabtu bahwa mereka akan segera memulai serangan, sementara Tahrir al-Sham mengatakan, setiap serangan terhadap Idlib tidak akan "menjadi mudah" bagi musuh.
Tahrir al-Sham yang terbentuk dari bekas anggota Front Nusra --kelompok garis keras yang pernah menjadi cabang al-Qaeda di Suriah hingga tahun lalu-- ketika itu mereka mengubah namanya dan melanggar kesetiaannya terhadap gerakan pemberontak internasional yang didirikan Osama bin Laden.
Mereka telah menjadi kekuatan yang tangguh sejak awal konflik, di samping kelompok pemberontak lainnya, namun sejak awal tahun ini mereka berusaha untuk mendapatkan kendali banyak wilayah termasuk Idlib.
Idlib dan daerah tetangganya di Suriah barat laut menjadi benteng pemberontak terbesar dan terpadat, rumah bagi lebih dua juta orang, banyak di antaranya merupakan pengungsi dari daerah lain di negara itu.
Turki telah menjadi salah satu pendukung pemberontak terbesar melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad selama perang enam setengah tahun, namun fokusnya beralih dari menggencarkan serangan terhadap musuh menjadi mengamankan wilayah perbatasannya.
Serangan tersebut terjadi menyusul tercapainya kesepakatan antara Turki dan Sekutu Suriah, Rusia dan Iran, untuk menerapkan kawasan "penurunan ketegangan" di Idlib dan sekitarnya guna mengurangi peperangan, kesepakatan tersebut tidak membahas Tahrir al-Sham.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017