Yangon/Washington (ANTARA News) - PBB tengah mendesak Myanmar membuka akses misi kemanusiaan ke negara bagian Rakhine di mana ratusan ribu Rohingya masih bertahan di sana.
Menurut para diplomat AS dan Uni Eropa di Myanmar, bagaimana Myanmar menjawab seruan untuk pembukaan akses bantuan ke Rakhine itu akan tergantung kepada hasil penyelidikan atas dugaan kejahatan atau repatriasi pengungsi Rohingya yang akan menentukan aksi selanjutnya terhadap Myanmar.
"Kami akan menumpukkan tekanan politik, mencermati pendanaan yang kami punya di Myanmar. Kami mempunyai bantuan kemanusiaan, selain juga bantuan pembangunan (di Myanmar)...Komisi Eropa tak mau berinvestasi dalam pembangunan Myanmar jika kondisi-kondisi, termasuk keamanan, tak ada di sana," kata seorang diplomat Uni Eropa yang terus mengikuti perkembangan di Myanmar.
"Juga dibahas embargo perdagangan senjata dan kami membahas secara reguler apakah kami harus mengganjar reformasi di Myanmar dan mencermati peredaan bertahan dalam soal itu, atau sebaliknya."
Sanksi ekonomi Uni Eropa kepada Myanmar dicabut setelah tentara mundur dari kekuasaannya pada 2012 yang mengawali transisi demokratis yang mengantarkan Aung San Suu Kyi berkuasa tahun lalu. Tetapi embargo senjata yang diterapkan sejak 1990-an masih terus berlaku.
Musim gugur lalu AS juga mencabut sebagian sanksi kepada Myanmar, tetapi tidak untuk embargo senjata.
Seorang pejabat AS mengungkapkan bahwa Washington berharap menelurkan sebuah rencana aksi kepada Myanmar saat Presiden Donald Trump melawat Asia November nanti.
Pemerintah Trump ingin mengirimkan pesan yang tegas kepada militer Myanmar, namun khawatir jika terlalu drastis dilakukan bakal mendorong Myanmar berpaling ke China.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017