Salah seorang korban, Heri (37), di rumahya pada Minggu sore mengungkapkan bahwa peristiwa yang terjadi pada Sabtu (23/9) lalu itu terjadi ketika enam anggota keluarganya usai sarapan.
Setelah sarapan mereka muntah-muntah dan kejang-kejang dan kemudian oleh tetangganya diberi air kepala muda sebagai penawar. Sementara putri Heri meskipun sempat dirawat namun akhirnya meninggal dunia.
"Usai sarapan pagi setengah jam kemudian kami muntah-muntah, anak saya yang bungsu si Silvi umur 2,5 tahun setelah Isya meninggal, " katanya.
Dia mengaku tidak mengetahui pasti penyebab sakit keluarganya usai sarapan pagi itu.
Menurut pengakuannya, pagi itu ia dan keluarganya makan nasi, dengan lauk telur, dan sambal.
"Saya tidak tahu pasti apa sebabnya, yang kami makan itu cuman nasi dari beras raskin, lauk telur dan sambal, " sebutnya.
Meski sedih ditinggal putrinya, Heri yang bekerja sehari-hari sebagai penambal ban mengaku telah merelakan kematian putrinya itu.
"Saya ikhlas, biar tenang di alam sana tapi kalau diingat saya sedih sekali, " ujarnya.
Setelah kejadian itu tersebar di media, Heri pun didatangi muspida setempat, termasuk dari Bulog.
Menurut Heri pihak Pemkab Lampung Timur menyatakan beras rastra atau raskin yang dikonsumsi keluarganya aman untuk dimakan.
Kepala Puskemas Labuhan Maringgai dr Budi saat dihubungi membenarkan keluarga Heri sempat diperiksa di puskesmas. Puskesmas sempat memberikan pertolongan kepada keluarga Heri yang diduga keracunan makanan usai sarapan pagi.
Dr Budi menyatakan akan segera menyampaikan hasil pemeriksaan keluarga Heri.
"Dari informasi staf saya memang begitu, tapi nanti saya tanya dulu ke staf saya karena kebetulan waktu itu saya cuti, nanti takutnya salah," kata dr Budi dikonfirmasi sore menjelang Maghrib.
Pewarta: T.Subagyo dan Muklasin
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017