Jakarta (ANTARA News) - Kata "pengajian" digunakan sebagai kode pertemuan antara Ketua Pengadilan Tinggi Sulawsi Utara (PT Sulut) Sudiwardono dan anggota DPR dari Komisi XI fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha.
"Istilah pengajian sepertinya memang antara pemberi dan penerima yang sudah dinyatakan sebagai tersangka. Untuk bertemu mereka menggunakan istilah itu Nanti pengajiannya kapan? Kamis malam, tapi besok saja Jumat malam, pengajiannya sudah siap. Untuk bertemu itu dikamuflase dengan pengajian," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu.
Konferensi pers itu dilakkan bersama dengan Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung (MA) Agung Sunarto, Juru Bicara MA yang juga Ketua Umum Ikatan Hakim Suhadi serta Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah.
Dalam perkara ini, Sudiwardono ditetapkan sebagai tersangka penerima suap sedangkan Aditya Anugrah Moha selaku tersangka pemberi suap untuk mempengaruhi putusan banding dan tidak melakukan penahanan atas mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan, ibunda Aditya.
"Apakah ada hubungan ibunya atau tidak masih dalam proses penyelidikan termasuk apakah ada hubungan dengan pengadilan tingkat pertama masih dalam proses," ungkap Laode.
Sudiwarsono dan Aditya diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di hotel di daerah Pecenongan Jakarta Pusat pada Jumat (6/10) malam dengan barang bukti sebesar 64 ribu dolar Singapura.
"Diduga pemberian uang terkait dengan penanganan perkara banding terdakwa Marlina Mona Siahaan selaku Bupati kabupaten Bolaang Mongondow periode 2001-2006 dan 2006-2015 untuk mempengaruhi putusan banding dalam perkara tersebut serta agar penahanan terhadap terdakwa tidak dilakukan," tambah Laode.
Marlina adalah ibu dari Aditya yang divonis pada Juli 2017 lalu oleh Pengadilan Negeri Manado dengan hukuman 5 tahun pidana penjara dengan denda Rp200 juta dan uang pengganti sebesar Rp1,2 miliar subsider 2 tahun kurungan.
Majelis hakim menilai bahwa Marlina terbukti melakukan korupsi TPAPD Bolaang Mongondow sebesar Rp1,25 miliar saat masih menjabat sebagai Bupati Bolaang Mongondow 2010. Marlina juga terbukti melakukan pencucian uang.
"Commitment fee sebesar Rp1 miliar dan dijadikan dalam bentuk dolar Singapura sehingga menjadi jadi sekitar 100 ribu dolar Singapura," tambah Laode.
Pemberian uang sudah dilakukan sejak pertengahan Agustus 2017.
"Pada pertengahan Agustus 2017 diserahakan 60 ribu dolar Singapura dari AAM ke SDW di Manado. Selanjutnya pada Jumat, 6 Oktober 2017 diserahkan 30 ribu dolar Singapura di Jakarta kemudian diamankan tim KPK dalam OTT," tambah Laode.
Pada hari Jumat itu juga, tim KPK mengamankan 23 ribu dolar Singapura sebagai sisa pemberian pertama pada Agustus 2017 dan 11 ribu dolar Singapura yang diamankan di mobil Aditya.
Sebagai penerima Sudiwardono disangkakan pasal Pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Pasal itu menyebut mengenai hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sedangkan sebagai pemberi, Aditya Anugrah Moha disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
Pasal itu menyebut orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman penjara minimal 3 tahun penjara dan maksimal 15 tahun penjara serta denda Rp750 juta.
Pewarta: Desca Lidya
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017