Makassar (ANTARA News) - Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA mengingatkan pemerintahan Jokow - JK untuk fokus menjaga semangat nasionalisme masyarakat perbatasan demi keutuhan bangsa dan negara.
Rektor Unhas Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan itu dalam acara Rembuk Nasional 2017 dengan tema
"Membangun Politik, Hukum dan Keamanan untuk Kemandirian dan Keunggulan Bangsa". Rembuk ini berlangsung di Ruang Senat Lantai 2 Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin, Sabtu.
"Jangan sampai masyarakat pinggiran atau perbatasan tidak memiliki lagi sifat nasionalisme sehingga ketika melihat barang berbahaya termasuk narkoba, masuk ke wilayahnya justru bersikap acuh dan tidak peduli," katanya.
Ia menjelaskan, jika hal itu terjadi maka tentu barang-barang terlarang yang masuk melalui perbatasan atau wilayah-wilayah yang sulit dijangkau aparat keamanan, akan leluasa karena tidak adanya kepedulian masyarakat untuk melaporkan atau mencegahnya.
Menurut dia, di daerah perbatasan atau terluar itu memang banyak pelabuhan-pelabuhan gelap yang dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggung-jawab untuk memasok barangnya ke Indonesia.
"Pelabuhan-pelabuhan gelap yang melakukan aktifitas bongkar muat di malam hari itu tentu rawan terjadi perdagangan narkoba. Jika semangat nasionalisme dan bela negara masyarakat kurang, mereka akan acuh yang penting mendapat sesuatu," jelasnya.
Dirinya juga mengakui pernah menginap di Pulau Sebatik. Disana merasakan sendiri bagaimana kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah terluar, termasuk tidak sedikit yang lebih memilih bertransaksi atau melakukan jual beli keluar dari NKRI.
"Tentu alasannya karena mereka melihat lebih bisa hidup karena harga jualannya yang lebih tinggi. Kondisi seperti ini tentu lambat laut akan mengikis semangat nasionalisme mayarakat," ujarnya.
Namun demikian, dirinya juga tidak pungkiri jika pemerintahan Jokowi-JK ternyata bisa begitu terasa di daerah perbatasan.
Seperti harga-harga bahan pokok yang begitu terjangkau seperti di daerah perbatasan di Merauke, Papua.
"Saya beberapa waktu lalu melakukan deklarasi anti radikalisme di Papua. Saya ketika berkunjung ke pasar, ternyata harga berasnya itu Rp10 ribu. Padahal sebelumnya itu harganya mencapai Rp50 ribu. Ini tentunya komitmen pemerintah dalam menekan harga diseluruh penjuru tanah air," sebutnya.
Pewarta: Abd Kadir
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017