Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Fadli Zon meminta pemerintah menyelesaikan secara internal terkait polemik impor senjata militer, sehingga tidak perlu dibahas di DPR melalui rapat gabungan antara Komisi I dan Komisi III DPR.
"Saya juga sudah bicara dengan Komisi I, Komisi III DPR dan juga pihak terkait di pemerintah, lebih bagus diselesaikan di pemerintah dahulu," kata Fadli di Gedung Nusantara III, Jakarta, Jumat.
Dia menilai sebenarnya "bola" ada di pemerintah untuk menyelesaikannya dan dirinya yakin bahwa Presiden Joko Widodo bisa mengatasi adanya miss komunikasi.
Politisi Partai Gerindra itu menilai persoalan senjata itu merupakan hal yang sensitif sehingga kesimpangsiuran informasi harus diselesaikan, mana yang fakta dan bukan harus dipertegas.
"Masyarakat bisa menyangka macem-macem dan kita denger sudah ada pertemuan. Kita dengernya ini cooling down tapi ini belum jelas, perlu dituntaskan duduknya seperti apa," ujarnya.
Dia menilai kalau polemik itu sudah diselesaikan di pemerintah maka tidak perlu ada rapat gabungan antara Komisi I dan Komisi III DPR.
Menurut dia, cukup masing-masing komisi memanggil mitra kerjanya terkait polemik senjata misalnya Komisi I DPR memanggil Panglima TNI untuk dimintai keterangan terkait pendapatnya yang menjadi polemik di masyarakat.
"Kita lihat perkembangannya seperti apa dan agar tidak ada kesimpangsiurang. Dan kalau dibutuhkan bisa rapat gabungan," katanya.
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan diperlukannya rapat gabungan antara Komisi I DPR, pemerintah, Panglima TNI dan Kapolri untuk mengatasi polemik senjata api (senpi) yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Rapat gabungan menjadi salah satu solusi menyamakan persepsi namun kalau ada pertemuan informal tidak masalah antara DPR, pemerintah, Panglima TNI, dan Kapolri," kata Taufik di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin (2/10).
Dia mengatakan, polemik tersebut tidak perlu menjadi konsumsi masyarakat karena dikhawatirkan bisa menimbulkan keresahan sehingga harus dijalankan sesuai prosedur pengadaan barang karena menggunakan uang rakyat.
Politisi PAN itu sangat mengapresiasi langkah pemerintah dalam hal ini Menkopolhukam menyamakan persepsi antara TNI dan Polri karena keduanya adalah abdi negara dan abdi masyarakat yang menggunakan APBN sehingga dibahas bersama dengan DPR.
Beredar informasi bahwa ada senjata yang ditahan Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI) yaitu senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter sebanyak 280 pucuk dan 5.932 butir peluru.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto membenarkan informasi yang menyebutkan bahwa senjata yang berada di Bandara Soekarno-Hatta adalah milik instansinya.
Menurut Setyo, pengadaan senjata tersebut semuanya sudah sesuai dengan prosedur, mulai dari perencanaan dan proses lelang.
"Kemudian proses berikutnya ditinjau staf Irwasum dan BPKP. Sampai dengan pengadaannya dan pembeliannya pihak ketiga dan proses masuk ke Indonesia dan masuk ke pabean Soekarno-Hatta," ujarnya.
Namun Setyo membantah penahanan tersebut karena pengadaan ini sudah diketahui Dankor Brimob Irjen Pol Murad Ismail dan BAIS TNI.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017