Jakarta (ANTARA News) - Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi provinsi yang paling banyak mendapat sertifikat penetapan Warisan Budaya Tak Benda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada 2017.
Dari 150 Warisan Budaya Tak Benda yang ditetapkan pada 2017, DI Yogyakarta menyumbang 18 warisan budaya mulai dari tari seperti Wayang Topeng Pedalangan, tradisi seperti Tata Cara Palakrama Yogyakarta, busana seperti Blangkon Yogyakarta dan makanan seperti Wedang Uwuh.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada Rabu malam di Jakarta, mengatakan pemberian sertifikat ini bertujuan agar provinsi sebagai pemilik kebudayaan daerah yang lain terpacu untuk mengusulkan kekayaan budayanya untuk ditetapkan pelestariannya.
"Agar memacu kita untuk memelihara, mengembangkan, dan mempromisikan khazanah budaya kita baik yang benda maupun tak benda," kata Muhadjir di malam Perayaan dan Pemberian Sertifikat Warisan Budaya Tak Benda 2017 di Gedung Kesenian Jakarta.
Kegiatan ini sedianya telah dilakukan sejak 2013 dan telah menetapkan sebanyak 594 Warisan Budaya Tak Benda.
Pada 2017 ini ada 416 usulan yang masuk melalui sidang penetapan warisan budaya tak benda pada 21 sampai 24 Agustus 2017 di Jakarta, hingga kemudian ditetapkan 150 di antaranya.
Pemberian status Budaya tak Benda menjadi Warisan Budaya Tak Benda didasarkan pada lima domain yakni tradisi dan ekspresi lisan, seni pertunjukkan, adat istiadat masyarakat, pengetahuan kebiasaan mengenai alam semesta, dan kemahiran kerajinan tradisional.
"Oleh karena itu perlu kerjasama pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mencari dan menggali khazanah budaya kita yang mungkin sudah terpendam, kita angkat kembali sebagai warisan," kata dia.
Penetapan Warisan Budaya Tak Benda sendiri merupakan bagian dari apresiasi negara terhadap kebudayaan yang selaras dengan UU No. 5/2017 tentang pemajuan kebudayaan.
"Kebudayaan jadi modal utama kita menuju bangsa besar dengan karakter yang kuat dan tidak akan goyah dengan cobaan," kata dia.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017