Dilansir dari laman Telegraph, Rabu, para ahli telah memperingatkan meningkatnya risiko cedera karena turbulensi, dan penumpang akan menghabiskan lebih banyak waktu pada tempat duduk mereka dengan tanda sabuk pengaman diaktifkan karena cuaca yang terganggu oleh perubahan iklim.
Pada beberapa rute populer untuk pelancong Inggris, seperti penerbangan translantik, kejadian turbulensi parah akan meningkat 180 persen, sementara di atas Eropa angka tersebut akan memburuk hingga 160 persen.
Para ilmuwan telah memperhatikan bahwa turbulensi udara clear-air turbulence (CAT) sedang meningkat, namun studi baru oleh University of Reading merupakan studi pertama yang menghasilkan model matematis komprehensif yang memprediksi kondisi global jangka panjang.
Diperkirakan pada tahun 2050 tingkat cedera karena turbulensi meningkat hampir tiga kali lipat seiring dengan meningkatnya volume turbulensi.
Tim peneliti meminta sistem peramalan yang lebih baik yang memungkinkan awak kabin mengantar penumpang mereka duduk dengan sabuk pengaman yang terpasang sesuai waktunya.
"Turbulensi udara meningkat di seluruh dunia, di semua musim dan di banyak ketinggian jelajah," kata Paul Williams, Profesor Atmospheric Science at Reading, yang memimpin studi baru ini.
"Masalah ini hanya akan memburuk karena iklim terus berubah," sambung dia.
CAT adalah tipe yang paling merepotkan yang dihadapi oleh pesawat karena tidak terlihat dan tidak dapat dideteksi di radar.
Pemanasan global membuat meningkatnya fenomena tersebut dengan memperkuat ketidakstabilan angin di ketinggian jelajah pesawat udara.
Meskipun turbulensi yang parah tidak mengancam kelangsungan pesawat komersial, namun bisa menyebabkan luka pada orang-orang yang berada di dalam pesawat.
Pada bulan Juni, 20 orang terluka, beberapa di antaranya mengalami tulang patah dan luka kepala, ketika berada dalam penerbangan China Eastern Airlines dari Paris ke China Barat Daya yang mengalami turbulensi berat.
Jumlah keseluruhan korban yang tercatat secara global setiap tahun berada di angka ratusan, namun para ahli percaya hal ini disebabkan kurangnya pelaporan cedera ringan dan jumlah sebenarnya meningkat yang secara signifikan.
Bulan lalu, Boeing mengumumkan sedang mempersiapkan untuk menguji teknologi laser baru yang memungkinkan pilot mendeteksi CAT sampai sejauh sepuluh mil, walaupun dengan kecepatan 550 mph dari kebanyakan pesawat penumpang, ini hanya akan memberi pemberitahuan sekitar 60 detik.
"Kecuali ahli meteorologi penerbangan menjadi lebih baik dalam meramalkan adanya turbulensi, penumpang akan menghadapi tingkat ketidaknyamanan yang meningkat dalam penerbangan dan peningkatan risiko cedera," kata Profesor Williams.
"Pelancong udara dapat membayangkan jumlah waktu yang mereka habiskan untuk terbang melalui turbulensi yang dibatasi di tempat duduk mereka dua kali lipat atau bahkan mungkin tiga kali lipat di beberapa rute," lanjut dia.
Diterbitkan di jurnal Geophysical Research Letters, penelitian tersebut memperkirakan bahwa turbulensi parah di Amerika Utara akan meningkat sebesar 110 persen dari tahun 2050, 90 persen di atas Pasifik Utara dan 60 persen di Asia.
Penelitian tersebut juga mencakup prediksi turbulensi pertama untuk Belahan Bumi Selatan dan wilayah tropis di planet ini, dengan memperkirakan peningkatan turbulensi parah terjadi di Amerika Selatan sebesar 60 persen, dan Australia dan Afrika sebesar 50 persen.
Pesawat saat ini diperkirakan menghabiskan sekitar tiga persen waktu jelajah mereka dalam CAT, dan sekitar 1 persen mengalami turbulensi dengan intensitas sedang.
Dr Manoj Joshi, yang turut menulis penelitian dari University of East Anglia, mengatakan, "Studi ini adalah contoh lain bagaimana dampak perubahan iklim dapat dirasakan melalui peredaran atmosfer, tidak hanya melalui kenaikan suhu permukaan itu sendiri," demikian Telegraph.
Penerjemah: Arindra Meodia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2017