Jakarta (ANTARA News) - Kalangan DPR dinilai terlalu jauh menggulirkan hak interpelasi untuk mempersoalkan dukungan pemerintah RI terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No.1747 mengenai sanksi tambahan kepada Iran yang mengembangkan nuklir karena persoalan di dalam negeri banyak yang jauh lebih penting mendapat perhatian DPR.
"Interplasi luapan lumpur Lapindo jauh lebih penting dibanding soal nuklir Iran. Amerika Serikat (AS) saja sedang berunding dengan Iran, `ngapain` kita ribut-ribut di sini," kata anggota Fraksi Partai Bintang Refromasi (PBR) DPR RI Ade Nasution di Press Room DPR/MPR Jakarta, Jumat.
Fraksi PBR dalam rapat paripurna menyikapi hak interpelasi menyatakan abstain karena menganggap persoalan di dalam negeri jauh lebih penting mendapat perhatian DPR dibanding persoalan di luar negeri. "Hak interpelasi luapan lumpur Lapindo itu murni untuk kepentingan rakyat. Itu masalah sosial yang harus kita dorong penyelesaiannya," katanya.
Ade Nasution mengungkapkan, DPR menggulirkan hak interpelasi untuk luapan lumpur di Sidoarjo (Jawa Timur) karena PT Lapindo Brantas Inc berbelit-belit dalam menyelesaikan ganti rugi kepada korban luapan lumpur. Pemerintah juga tidak tegas sehingga korban semakin menderita.
"Proses ganti rugi saja berbelit-belit. Dulu, katanya, girik saja bisa dapat ganti rugi, tetapi ada upaya mengelak memberi ganti rugi kepada korban," katanya.
Mengenai kemungkinan DPR menetapkan jadwal agar Presiden yang langsung menjawab hak interpelasi itu, Ade mengemukakan, "Yang paling bagus hadir di DPR untuk menjawab hak interpelasi DPR itu Wapres Jusuf Kalla".
"Dia (Jusuf Kalla) lebih lugas, lebih lugas. Tetapi persoalannya mau apa gak Presiden mewakilkan kepada Wapres," kata anggota Komisi VII (bidang enegri dan sumber daya alam) DPR RI ini.
Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Kamis (6/6) belum menetapkan jadwal untuk mengundang kembali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait jawaban hak interpelasi DPR mengenai dukungan pemerintah RI terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB NO.1747 tentang sanksi tambahan kepada Iran yang mengembangkan energi nuklir.
Rapat Bamus dipimpin Wakil Ketua DPR Zaenal Maarif membahas perlunya persamaan persepsi mengenai tata Tertib DPR dan belum menetapkan jadwal menghadirkan Presiden untuk menjawab hak interpelasi DPR. Rapat dihadiri anggota Bamus dari pimpinan fraksi-fraksi di DPR.
Menurut Zaenal, Bamus belum menetapkan jawal mengundang kembali Presiden karena internal DPR masih harus menyatukan persepsi mengenai perlu-tidaknya Presiden hadir langsung di DPR untuk menyampaikan jawaban pemerintah. Dalam kaitan ini, fraksi-fraksi masih diberi waktu satu pekan untuk menyatukan persepsinya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007