Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Pengelolaan Utang Depkeu Rahmat Waluyanto mengungkapkan bahwa Bank Pembangunan Asia (ADB) pernah meminta ijin kepada Menteri Keuangan untuk menerbitkan obligasi ADB di Indonesia dengan mata uang lokal (rupiah).
"Mereka juga pernah minta ijin dari Menkeu untuk menerbitkan local currency bond di dalam negeri, tapi sampai saat ini mereka belum menerbitkannya," kata Rahmat Waluyanto di Jakarta, Jumat.
Menurut Rahmat, penerbitan obligasi oleh lembaga keuangan internasional itu dengan mata uang lokal tidak begitu bermasalah tetapi justru sebaliknya Indonesia akan memperoleh manfaat jika penerbitan itu berhasil.
"Keuntungannya banyak, artinya kalau lembaga seperti ADB yang ratingnya tinggi bisa menerbitkan di Indonesia dan sukses, berarti kan investor akan melihat bahwa Indonesia adalah tempat yang baik untuk investasi. Berarti memperkaya instrumen investasi di pasar obligasi kita," katanya.
Ketika ditanya apakah Menteri Keuangan sudah memberikan ijin atas permintaan itu, Rahmat hanya mengatakan, pada dasarnya tidak ada masalah dengan rencana itu.
Ia juga mengatakan bahwa penerbitan obligasi oleh ADB itu tidak akan memberikan pengaruh kepada penerbitan obligasi yang selama ini diterbitkan oleh pemerintah Indonesia.
"Jumlahnya kecil, jadi tidak ada pengaruhnya. Seandainya kita menerbitkan lebih banyak surat utang negara (SUN) karena defisitnya lebih tinggi, kita tidak khawatir akan crowding out. Daya serap market kita semakin besar, instrumen yang kita terbitkan kan juga semakin beragam," jelasnya.
Ketika ditanya berapa jumlah yang dimintakan ijin kepada Menteri Keuangan untuk diterbitkan di Indonesia, Rahmat mengatakan, dirinya tidak tahu persis angkanya tetapi tidak lebih dari nilai yang setara dengan 1 miliar dolar AS.
Sebelumnya pada awal Juni 2007 ini ADB kembali menerbitkan obligasi global berdenominasi dolar AS senilai 1 miliar dolar dengan tenor 10 tahun, yang akan digunakan sebagai sumber pendanaan ADB dan kegiatan lainnya.
Obligasi yang memiliki kupon 5,25 persen yang dibayar tiap semester dan jatuh tempo pada 12 Juni 2017 itu dijual 99,485 persen dengan imbal hasil (yield) 38 basis poin lebih tinggi dari yield obligasi AS yang jatuh tempo Mei 2017, yaitu 4,5 persen.
Menurut Rahmat, penerbitan obligasi internasional oleh ADB itu tidak memberikan pengaruh signifikan bagi Indonesia.
"ADB dan Bank Dunia kan punya otoritas sendiri untuk fundingnya, salah satunya adalah menerbitkan obligasi. Tapi itu kan diterbitkan di luar negeri artinya belum di Indonesia," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007