Makassar (ANTARA News) - Badan Narkotika Nasional (BNN) melibatkan unsur TNI dalam memerangi peredaran narkotika yang sudah sangat meresahkan bangsa mengingat jumlah pengguna berdasarkan data BNN mencapai 6,4 juta jiwa di 2016.
"Saya terpikir tugas berperang adalah TNI, kenapa tidak dilibatkan TNI masuk BNN untuk memerangi para bandar narkoba yang merusak generasi bangsa kita," ucap Kepala BNN Komjen Budi Waseso saat orasi ilmiah di tribun Lapangan Karebosi, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.
Menurutnya, Panglima TNI juga serius akan memberantas peredaran narkoba, namun ketakutannya nanti melanggar HAM. Maka dari itu, kata dia, dilakukan inovasi menjadikan TNI bagian dari BNN, ternyata inovasi ini disambut baik semua pihak.
Selain itu, TNI selama ini dilatih untuk berperang, namun nyatanya hanya sebatas latihan dan tidak pernah perang sungguhan. Salah satu pasukan andalan TNI adalah Gultor, prajurit terlatih dan dilatih, sehingga ada masukan melibatkan mereka memerangi bandar narkoba.
"Prajurit terlatih ini seharusnya melawan para bandar besar, bukan sebagai penegak hukum tapi bagaimana penyelamatan negara, sebab sudah banyak cara dilakukan tapi tidak maksimal. Musuh negara adalah bandar, bandar musuh negara dihadapi TNI," papar pria disapa akrab Buwas ini.
Pria berpangkat bintang tiga ini menegaskan, pihaknya akan bertanggungjawab apabila nantinya TNI menembak mati para bandar dan pemasok narkoba ke Indonesia, mengingat jumlah pengguna narkoba telah mencapai 6,4 juta jiwa pada 2016.
Kendati di negara Filipina para bandar narkoba di tembak mati, bahkan Presidennya memerintahkan militer menembak bandar, namun di Indonesia masih ada penegakan hukum, sehingga cara tersebut tidak dilakukan meski status darurat narkoba.
"Kita bertanggungjawab bila TNI menembak mati bandar, biar polisi yang atur. Kita menghargai cara di Filipina tapi, negara kita negara hukum dan punya banyak aturan, tapi malah melemahkan kita. Tujuan TNI berada di BNN, kita inginkan menghilangkan pangsa pasar mereka," tegasnya.
Buwas mengungkapkan pemasok barang haram tersebut berasal dari luar, seperti Malaysia dan China. Saat diminta negaranya bertangungjawab, malah tidak peduli dan terkesan menyalahkan Indonesia, sebab Indonesia dimata mereka adalah pangsa pasar yang besar.
Bandar besar sengaja menyisihkan 10 persen dana mereka untuk mendanai regenerasi pangsa pasar. Sasaran mereka anak-anak pelajar mulai TK-SMA dengan mengemas berbagi bentuk mulai permen sampai kue jajanan, membaginya pun gratis hingga ketergantungan lalu membeli.
"Berdasarkan data BNN 2016, per harinya orang meninggal gara-gara narkotika mencapai 50 orang. Itu yang dilaporkan, dan tidak dilaporkan banyak, padahal ada yang overdosis dan sakit. Indonesia jenis narkoba apa saja ditelan" jelas mantan Kabareskrim Mabes Polri tersebut.
Tidak hanya itu, lanjut dia, di negara lain beredar hanya tiga sampai lima jenis, sementara di Indonesia yang masuk 63 jenis narkoba dari yang ditemukan sebanyak 68 jenis dari 300 jenis narkotika di dunia.
"Setelah PCC, narkoba jenis Flaka juga telah beredar di Indonesia. Saya tahu banyak bandar dari Papua sampai Aceh sehingga diperlukan semua pihak memerangi narkotika termasuk TNI," paparnya saat kegiatan Teman Kuliah Pertanian (TKP) Unhas Forum Konsepsi Pemuda Melawan Narkoba.
Pewarta: Darwin Fatir
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017