... itu agar senjata kombatan tidak dimiliki instansi selain TNI; misalnya spesifikasinya penggerak kombinasi mekanik dan gas...Jakarta (ANTARA News) - Komisi I DPR mendesak pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, segera menuntaskan polemik mengenai impor senjata api kombatan ke instansi non militer.
Istilah senjata api kombatan mengacu pada persenjataan di tingkat perorangan hingga regu yang bisa dipergunakan untuk keperluan pertempuran oleh militer.
"Komisi I DPR mendorong pemerintah via Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan segera tuntaskan soal kesimpang-siuran impor senjata api kombatan ke instansi non militer. Dan perlu ditata kembali sesuai aturan," kata anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, hal ini perlu ditata kembali sesuai aturan, sebagaimana dalam UU Nomor 12/1951, Instruksi Presiden Nomor 9/1976 tentang Pengawasan Senjata Api, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7/2010 tentang Perizinan, Pengawasan & Pengendalian Senjata Api Di Luar Kementerian Pertahanan dan TNI.
Rizaldi menilai perlu diinisiasi nota kesepahaman antara TNI dengan 12 instansi non-militer yang dapat menggunakan senjata. "Hal itu agar senjata kombatan tidak dimiliki instansi selain TNI; misalnya spesifikasinya penggerak kombinasi mekanik dan gas," ujarnya.
Selain itu menurut dia spesifikasi senjata kombatan perorangan TNI yaitu mampu dipakai untuk tembakan tunggal, semi otomatis (rentetan hingga tiga peluru), dan otomatis rentetan. Jarak tembak efektif di atas 100 meter, kaliber laras 5.56 ke atas, peluru tajam, dan peluru tajam inti baja.
Sebelumnya beredar informasi, ada 280 senjata yang ditahan Badan Intelijen Strategis TNI, yaitu senjata dari pabrikan Arsenal, Bulgaria, dari jenis dan tipe Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40x46 milimeter, dan 5.932 amunisi.
Kepala Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, membenarkan informasi yang menyebutkan senjata yang berada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah milik salah satu instansi Kepolisian Indonesia.
Menurut dia, pengadaan senjata tersebut semuanya sudah sesuai dengan prosedur, mulai dari perencanaan dan proses lelang.
"Kemudian proses berikutnya ditinjau staf Irwasum dan BPKP. Sampai dengan pengadaannya dan pembeliannya pihak ketiga dan proses masuk ke Indonesia dan masuk ke Pabean Soekarno-Hatta," ujarnya.
Namun Setyo membantah penahanan tersebut karena pengadaan ini sudah diketahui Komandan Korps Brigade Mobil Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Murad Ismail, dan BAIS TNI.
"Komisi I DPR mendorong pemerintah via Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan segera tuntaskan soal kesimpang-siuran impor senjata api kombatan ke instansi non militer. Dan perlu ditata kembali sesuai aturan," kata anggota Komisi I DPR, Bobby Rizaldi, di Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, hal ini perlu ditata kembali sesuai aturan, sebagaimana dalam UU Nomor 12/1951, Instruksi Presiden Nomor 9/1976 tentang Pengawasan Senjata Api, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 7/2010 tentang Perizinan, Pengawasan & Pengendalian Senjata Api Di Luar Kementerian Pertahanan dan TNI.
Rizaldi menilai perlu diinisiasi nota kesepahaman antara TNI dengan 12 instansi non-militer yang dapat menggunakan senjata. "Hal itu agar senjata kombatan tidak dimiliki instansi selain TNI; misalnya spesifikasinya penggerak kombinasi mekanik dan gas," ujarnya.
Selain itu menurut dia spesifikasi senjata kombatan perorangan TNI yaitu mampu dipakai untuk tembakan tunggal, semi otomatis (rentetan hingga tiga peluru), dan otomatis rentetan. Jarak tembak efektif di atas 100 meter, kaliber laras 5.56 ke atas, peluru tajam, dan peluru tajam inti baja.
Sebelumnya beredar informasi, ada 280 senjata yang ditahan Badan Intelijen Strategis TNI, yaitu senjata dari pabrikan Arsenal, Bulgaria, dari jenis dan tipe Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40x46 milimeter, dan 5.932 amunisi.
Kepala Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto, membenarkan informasi yang menyebutkan senjata yang berada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah milik salah satu instansi Kepolisian Indonesia.
Menurut dia, pengadaan senjata tersebut semuanya sudah sesuai dengan prosedur, mulai dari perencanaan dan proses lelang.
"Kemudian proses berikutnya ditinjau staf Irwasum dan BPKP. Sampai dengan pengadaannya dan pembeliannya pihak ketiga dan proses masuk ke Indonesia dan masuk ke Pabean Soekarno-Hatta," ujarnya.
Namun Setyo membantah penahanan tersebut karena pengadaan ini sudah diketahui Komandan Korps Brigade Mobil Kepolisian Indonesia, Inspektur Jenderal Polisi Murad Ismail, dan BAIS TNI.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017