Jakarta (ANTARA News) - Dua belas dari 50 nelayan Indonesia yang ditangkap pihak berwenang Australia bulan lalu, karena diduga menangkap ikan secara ilegal, akan diajukan ke pengadilan dan disidangkan sesuai dengan hukum yang berlaku di Australia. Pernyataan itu dikemukakan oleh Konselor Urusan Publik Kedutaan Besar Australia di Indonesia, John Williams, di Jakarta, Kamis. Menurut dia, bulan lalu (Mei) Australia telah menahan 50 orang nelayan, dan "Australian Fisheries Management Authority" (AFMA/Pengelola Perikanan Australia) merekomendasikan 12 orang diantaranya untuk diadili berdasar "Fisheries Management Act" (FMA/UU Pengelolaan Perikanan) Australia. "Dari 12 orang itu, enam diantaranya adalah kapten kapal, sedangkan sisanya adalah mereka yang sebelumnya telah melakukan tindakan serupa," katanya. Tuntutan yang diajukan kepada ke-12 orang itu adalah pelanggaran batas dan penangkapan ikan ilegal di wilayah Australia. Keenam kapten kapal, lanjut dia, dapat dikenai denda sekitar 55 ribu dolar Australia atau Rp400 juta. Mengenai nasib para nelayan yang lain, Williams menambahkan bahwa 35 orang di antaranya telah diputuskan untuk dipulangkan ke Indonesia. "Lima belas orang telah dipulangkan dengan pesawat komersial pada Sabtu, 26 Mei sedangkan 20 sisanya dipulangkan pada 30 Mei," katanya. Sedangkan sisanya akan dipulangkan pada Jumat, 8 Juni, ujarnya. Sementara itu, dua nelayan yang terbukti positif menderita Tuberculosis akan tetap dirawat di rumah sakit di Darwin sampai betul-betul sehat untuk melakukan perjalanan. Data yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Australia di Jakarta menyebutkan bahwa jumlah kapal nelayan berbendera Indonesia yang ditangkap oleh pihak maritim Australia karena melakukan pelanggaran wilayah laut mengalami penurunan yang signifikan pada 2007. Pada tahun 2006, 359 kapal berbendera Indonesia telah ditangkap karena melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Australia, sementara 49 lainnya disita perangkat dan hasil tangkapannya. Pada 2005 terdapat 279 kapal Indonesia yang ditangkap dan 325 disita. Tahun ini hingga 30 April 2007, 26 kapal yang berbendera Indonesia telah ditangkap. Angka itu telah turun banyak jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2006, dimana 134 kapal penangkap ikan asing telah ditangkap. Penurunan signifikan itu dicapai antara lain karena upaya keras yang dilakukan pemerintah Australia dengan bantuan pemerintah Indonesia untuk mencegah penangkapan ikan ilegal. Pihak maritim Australia baru-baru ini telah menerima tambahan anggaran sebesar Rp2,7 triliun untuk mencegah penangkapan ikan ilegal oleh warga negara asing di perairan Australia, dengan anggaran keseluruhan mencapai Rp3,5 triliun. Selain itu, beberapa waktu terakhir pemerintah Indonesia -- Departemen Kelautan dan Perikanan RI (DKP )-- dan Australia juga aktif mempromosikan upaya menentang penangkapan ikan ilegal. Pejabat-pejabat dari DKP dan Kedutaan Besar Australia melaksanakan kunjungan bersama ke sejumlah daerah di Indonesia sebagai bagian dari kerjasama kedua negara untuk memerangi masalah penangkapan ikan secara ilegal. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melaksanakan kesepakatan antara Australia dan DKP untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui kampanye di Indonesia tentang dampak menangkapan ikan secara ilegal di Perairan Australia dan Indonesia. Kegiatan dalam kunjungan ini antara lain adalah diskusi terbuka dengan masyarakat setempat dan diskusi dengan pemimpin masyarakat akar rumput setempat dan pemerintah setempat. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, menerangkan bahwa kampanye penyadaran ini merupakan "bagian dari upaya penting untuk menjamin keberlangsungan sumberdaya perikanan di perbatasan kedua negara." Kampanye tersebut membantu masyarakat nelayan dalam memahami bagaimana mereka melakukan aktivitas penangkapan ikan sesuai peraturan yang berlaku di masing-masing negara. Tujuan bersama adalah di masa depan tidak ada lagi kegiatan penangkapan ikan ilegal sehingga tidak ada lagi nelayan ditangkap. (*)

Copyright © ANTARA 2007