Heiligendamm (ANTARA News) - Pemimpin kelompok delapan negara kaya (G8) hari Kamis sepakat berkampanye mengurangi emisi di negaranya menjadi setengahnya pada 2050.
Kesepakatan itu merupakan perjanjian penting dalam melawan pemanasan global.
Tuan rumah pertemuan puncak itu, Kanselir Jerman Angela Merkel, mengatakan "amat sangat puas" dengan kesepakatan tersebut, namun mengakui, itu merupakan kompromi, yang tidak memenuhi harapannya bagi kesepakatan bersifat mengikat.
"Banyak negara tergerak dalam masalah itu," kata Merkel, lalu menambahkan bahwa kesepakatan tersebut memberi dorongan bagi perundingan yang akan berlangsung di Bali pada Desember.
Perundingan itu bertujuan menemukan penerus dari Protokol Kyoto, yang kadaluarsa pada 2012.
"Yang terbaik yang bisa kami capai telah tercapai," kata Merkel.
Kanselir dan presiden G8 itu menekan Presiden Amerika Serikat George W Bush, sehingga negara penghasil terbesar emisi gas rumah kaca itu ikut dalam proses mencegah bumi menjadi terlalu panas.
Pada saat negara anggota masih memperdebatkan isi teks terakhir hari Kamis, Bush bersikap menenangkan dengan mengatakan negaranya siap mengambil peran utama dalam usaha global memerangi perubahan iklim, dengan syarat, China dan India ikut bergabung.
"Amerika Serikat secara giat akan terlibat, jika tidak menjadi pemimpin, dalam kerangka kerja pasca-Kyoto, suatu kesepakatan pasca-Kyoto," kata Bush.
Perdana menteri Inggris Tony Blair mengatakan tetap berharap pertemuan puncak G8 itu melahirkan perjanjian pengurangan emisi secara berarti dan ia mengharapkan perjanjian itu merintis jalan bagi kesepakatan kokoh pada pertemuan di Bali.
"Saya pikir ada yang hakiki, yang mulai terbentuk seiring dengan kebutuhan kita dalam memastikan pengurangan emisi secara berarti atau menemukan proses dan jalan tepat untuk mencapai itu," katanya.
Sasaran Merkel selama ini adalah negara berindustri paling mapan mengambil peran utama bagi penyusunan rambu penting menjelang pertemuan di Bali, yang merupakan pertemuan badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menurut Protokol Kyoto, China, India dan negara berkembang lain, yang diundang dalam pertemuan puncak itu, tidak diminta menyusun target pemotongan emisi dan kelemahan tersebut berulang kali dicela Washington.
Amerika Serikat, satu-satunya negara G8 tidak mensahkan Protokol Kyoto, dengan tegas menolak target mengikat untuk perjanjian baru itu.
Bush pada pekan lalu mengagetkan banyak pihak dengan menawarkan usul tandingan.
Menurut usul itu, Amerika Serikat dan sebanyak-banyaknya 14 negara lain penghasil emisi terbesar pada akhir tahun depan menyetujui "tujuan jangka panjang global" untuk mengurangi efek rumah kaca.
Merkel bersikeras bahwa setiap persetujuan harus dalam kerangka kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa dan syarat itu membuat Bush marah pada pertemuan puncak tersebut.
Bush secara tajam menolak tuduhan bahwa Washington tidak melakukan apa pun untuk mengatasi perubahan iklim.
Bush kepada wartawan mengatakan emisi gas rumah kaca Amerika Serikat berkurang pada tahun lalu, meski ekonominya tumbuh.
"Kita sedang meniti langkah agar dapat menjadi penjaga baik bagi lingkungan hidup sekaligus mengedepankan teknologi," katanya.
Pertemuan diikuti Inggris, Jerman, Prancis, Italia, Amerika Serikat, Rusia, Kanada dan Jepang itu direncanakan berakhir Jumat, demikian AFP.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007