Dalam kesempatan kunjungannya di Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu, dia mencontohkan tingkat kebahagiaan keluarga di Jawa Timur tinggi, tapi di saat yang sama angka perceraiannya juga tinggi. "Ini kan menjadi sesuatu yang paradoks," katanya.
Khofifah menyadari persoalan ketahanan keluarga memang bukanlah hal yang sederhana. Bahkan Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) pun, lanjut dia, sampai melembagakan Family Foundation yang berada di bawah Sekretaris Jenderal PBB untuk secara khusus menangani persoalan ketahanan keluarga.
"Waktu saya menjabat Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional di awal tahun 2000-an, tiga kali saya menjamu Mr Taj Hamad dari Family Foundation yang datang ke Indonesia," katanya.
Khofifah mengisahkan, dari pengalamannya menjamu kedatangan Family Foundation, Taj Hamad mengaku heran karena banyak persoalan keluarga di Indonesia yang semestinya bisa dimediasi dan dikonsultasikan dengan baik justru berakhir pada perceraian.
"Sering kali suami-istri itu datang ke pengadilan agama dengan naik becak bareng. Tapi justru berakhir pada perceraian," ujarnya, mencontohkan.
Untuk itu Khofifah mendorong seluruh elemen masyarakat turut membantu mempertahankan ketahanan sebuah keluarga yang mengalami disharmoni.
"Harus ada support dari seluruh elemen masyarakat, kalau bisa sebuah keluarga yang mengalami disharmoni ini tidak cerai, ya, jangan cerai lah. Karena dampaknya pada anak-anak mereka yang kemudian tidak memiliki role model di keluarganya. Apalagi bapak-ibunya menikah lagi," tuturnya.
Bangunan ketahanan keluarga, Khofifah menekankan, harus dilihat sebagai bagian dari dasar membangun ketahanan nasional.
"Selama ini jarang sekali orang Indonesia mengaitkan kalau ketahanan nasional terbangun kalau ketahanan keluarga kuat," ucapnya.
(T.KR-SAS/M026)
Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo/ Hanif Nashrullah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017