"Anak-anak memiliki memori yang kuat dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Jika pada awal mendapatkan informasi yang salah, maka mereka akan membangun kerangka berpikir yang salah terhadap sesuatu," kata Diah di Bandarlampung, Sabtu.
Hal itu, lanjut dia, akan membangun persepsi yang kurang tepat cara pandang mereka terhadap sesuatu, termasuk film tersebut.
Tetapi, di sisi lain jika mereka mendapatkan informasi yang berbeda, maka mereka akan berusaha untuk mencari tahu mana informasi yang benar dengan cara mereka sebagai anak-anak.
Dia menambahkan, melihat informasi atau tontonan harus sesuai dengan tahap perkembangan usia. "Jika tidak sesuai, maka anak akan confuse dalam memahaminya," katanya.
"Kalau pun anak bertanya terkait informasi yang didapat, maka harus dijelaskan dengan muatan isi bahasa yang sesuai dengan usia anak," katanya lagi.
Namun, ia menegaskan anak-anak usia di bawah kelas tiga sekolah dasar (SD) tidak diperkenankan menonton film tersebut.
"Jika anak usia tersebut menginginkan tetap menonton, maka harus dialihkan pada kegiatan positif lainnya atau menonton film sesuai usianya," katanya pula.
Dampak baik dari film tersebut, ujarnya, memungkinkan menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejarah Indonesia. Sebaliknya, dampak buruknya jika orang dewasa tidak mampu mebmerikan penjelasan, maka dalam persepsi anak akan mendapatkan sumber informasi yang salah.
Diah pun mengharapkan, film tersebut disensor terutama terkait kekerasannya sehingga anak-anak tidak melihatnya.
Sementara itu, seorang siswa kelas IV SD di Bandarlampung M Yusuf mengatakan ia sempat menonton film itu di sekolahnya, namun karena rekan-rekannya begitu ribut sehingga kurang mendapatkan informasi sesungguhnya.
"Suara kawan-kawan ribut sekali, sehingga kurang konsentrasi menontonnya. Makanya malam ini ada dua tempat yang menyiarkan film tersebut, dan saya akan ke sana," kata dia, yang mengaku akan menonton dengan didampingi orang tuanya.
Dampak baik dari film tersebut, ujarnya, memungkinkan menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejarah Indonesia. Sebaliknya, dampak buruknya jika orang dewasa tidak mampu mebmerikan penjelasan, maka dalam persepsi anak akan mendapatkan sumber informasi yang salah.
Diah pun mengharapkan, film tersebut disensor terutama terkait kekerasannya sehingga anak-anak tidak melihatnya.
Sementara itu, seorang siswa kelas IV SD di Bandarlampung M Yusuf mengatakan ia sempat menonton film itu di sekolahnya, namun karena rekan-rekannya begitu ribut sehingga kurang mendapatkan informasi sesungguhnya.
"Suara kawan-kawan ribut sekali, sehingga kurang konsentrasi menontonnya. Makanya malam ini ada dua tempat yang menyiarkan film tersebut, dan saya akan ke sana," kata dia, yang mengaku akan menonton dengan didampingi orang tuanya.
Pewarta: Triono Subagyo
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017