Jakarta (ANTARA News) - Hakim Tunggal Cepi Iskandar yang mengadili perkara praperadilan Setya Novanto menyatakan bahwa alat bukti yang diperoleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan hasil penyidikan dan penyelidikan dalam perkara lain.
"Menimbang bahwa setelah diperiksa bahwa alat bukti diperoleh termohon seluruhnya hasil pengembangan dari perkara orang lain, yaitu Irman dan Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," kata Cepi saat membacakan putusan praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakum Tunggal Cepi Iskandar menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan putusan.
"Menimbang bahwa berdasarkan bukti-bukti yang telah diperoleh termohon dengan memeriksa sejumlah saksi, membuka dokumen, dan setelah dipelajari seluruh bukti yang diperoleh pemohon sesungguhnya bukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan No.Sprin.Dik-56/01/07/2017 tanggal 17 Juli 2017 sebelum dan sesaat pemohon ditetapkan sebagai tersangka," kata Cepi.
Artinya, kata Cepi, ketika pemohon ditetapkan sebagai tersangka, KPK belum melakukan penyidikan dalam perkara aquo, belum memeriksa calon tersangka, saksi-saksi serta alat-alat bukti.
"Menimbang bahwa alat-alat bukti yang telah diperoleh termohon merupakan hasil penyelidikan dan penyidikan dari perkara orang lain Irman dan Sugiharto dan Andi Agustinus," ucap Hakim Cepi.
Sebelumnya, KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017