Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi V DPR menduga, Direksi PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) telah melakukan kebohongan publik karena uang BUMN Penerbangan 1 juta dolar AS disetorkan ke pihak lain, Hume Associates, sebelum diterima TALG. "Indikasi itu (kebohongan publik) ada karena saat Rapat Dengan Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi V DPR pada 14 Mei lalu, Hotasi melaporkan uang deposit tersebut langsung diterima TALG," kata anggota Komisi V DPR, Abdul Hakim saat dihubungi di Jakarta, Kamis. Thirstone Aircraft Leasing Group (TALG) adalah perusahaan pembiayaan yang wanprestasi karena tidak dapat menyerahkan dua pesawat (B737 400 dan 500) pesanan Merpati pada 5 Januari 2007 dan 20 Maret 2007. Padahal, Merpati, kata Hotasi saat hearing itu, telah menyetorkan refundable security deposit (uang tanda jadi/uang jaminan yang bersifat dapat dikembalikan) senilai satu juta dolar AS kepada TALG pada 18 Desember 2006. Sebelumnya, Koordinator Solidaritas Pegawai Merpati (SPM), Wayan Suarna telah melaporkan hal itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diindikasikan ada tindak pidana korupsi. "Transaksi itu jelas tidak wajar," kata Wayan. Hume Associates, menurut Wayan, adalah semacam Law Firm dari TALG di Amerika Serikat. Menurut Hakim, pihaknya kaget karena dalam rapat pemaparan itu, Hotasi jelas-jelas sama sekali tak menyinggung soal transaksi "tak wajar" itu. "Oleh karena itu, saya mendesak agar BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) segera mengaudit Merpati terkait dengan transaksi itu," katanya. Jika hal itu benar adanya, lanjut Hakim dari FPKS ini, berarti, Hotasi telah melakukan kebohongan publik di depan parlemen dan jika ini benar, dia telah melanggar etika dan integritasnya diragukan sebagai CEO sebuah BUMN strategis. "Kita akan minta klarifikasi masalah ini secepatnya," katanya. Senada dengan Abdul Hakim, anggota Komisi V DPR lainnya, Abdullah Azwar Anas juga kaget mendengar laporan dari SPM itu. "Saya kaget. Saya juga masih ingat hal itu tak disampaikan Hotasi saat `hearing` beberapa waktu lalu. Ini bisa diindikasikan, Hotasi telah melakukan kebohongan publik," kata Anas. Berdasarkan kejadian itu, Anas mempertanyakan penyelidikan kasus ini dihentikan untuk sementara oleh Kejaksaan Agung dan Mabes POLRI. "Ini indikasi transaksi tak wajar. Penyelidikan itu layak diteruskan. Ada aroma tak sedap," katanya. Bahkan, anggota Komisi V DPR lainnya saat hearing tersebut, Abubakar Alhabsy, mengatakan, dalam kasus itu, Merpati telah melakukan kecerobohan mendasar karena Merpati tak gunakan pakem sewa-menyewa pesawat secara profesional. "Lazimnya, maskapai cari pesawat itu harus gunakan broker profesional, sementara TALG bukan broker tetapi perusahaan pembiayaan," kata Abubakar. Transaksi lazim Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Perusahaan Merpati Irvan Harijanto membantah penilaian bahwa transaksi dengan TALG melalui Hume Associates tersebut adalah tak wajar. "Hal itu sudah selazimnya terjadi pada transaksi internasional. Justru harus lewat law firm tak bisa langsung ke TALG. Ini berbeda dengan transaksi bisnis di Indonesia," kata Irvan. Jika di Indonesia, katanya, pembayaran langsung ke penjual atau pemilik sebelumnya dan penasehat hukum hanya mendampingi atau mengetahui saja. Soal tudingan bahwa Hotasi saat hearing pada 14 Mei dengan Komisi V DPR tak jelaskan soal itu, Irvan juga membantah. "Kan di sana tergantung pertanyaannya. Kalau soal sewa pesawat, penjelasannya seputar TALG," kata Irvan. Padahal, kata Anas, hearing dimaksudkan agar Merpati menjelaskan secara rinci dan detail seputar transaksi 1 juta dolar AS dengan TALG yang diduga bermasalah dan berpotensi merugikan negara sekitar Rp9 miliar.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007