Denpasar (ANTARA News) - Ratusan warga berbusana adat, Kamis sore, menggelar prosesi ritual di Pantai Sanur, Bali, guna memohon keselamatan dan menolak datangnya penyakit, bencana tsunami serta musibah lainnya. Warga yang sebagian besar dari Desa Adat Sanur itu menyelenggarakan prosesi ritual "pecaruan" atau "kurban" penolak malapetaka, bertepatan adanya isu terjadi gelombang tsunami dan maraknya penyakit demam berdarah denguae (DBD) serta malapetaka lainnya. Prosesi ritual "pecaruan" itu ditandai dengan sejumlah hewan kurban sebagai simbolis pemotongan sifat kebinatangan yang melekat pada diri manusia. "Kami dari warga adat sepakat menyelenggarakan ritual ini dengan harapan untuk mendapat keselamatan dan perlindungan dari Tuhan kepada kita semua," kata Ida Bagus Anom Griya, yang mengurusi "upakara" atau kelengkapan prosesi ritual itu. "Upakara" atau kelengkapan prosesi ritual, terdiri aneka ragam peralatan, benda, buah-buahan, makanan dan lainnya, dengan tatanan khas, terlihat berderet di atas tikar di kawasan pantai selatan Bali yang menghadap Samudera Indonesia tersebut. Proses melarung sarana upakara ke laut juga sebagai simbolis melepaskan sifat Sad Ripu, atau enam kejelekan yang ada pada diri manusia antara lain keserakahan dan irihati dibuang ke samudera yang diibaratkan sebagai Tuhan. Prosesi ritual itu berlangsung di tengah-tengah terjadinya hembusan kuat angin dari perairan Samudera Indonesia, dan munculnya gelombang besar sebagai dampak tingginya kecepatan angin dan munculnya fenomena uap panas dari lautan. "Kami berharap melalui prosesi ritual ini akan terhindar dari berbagai musibah penyakit, seperti DBD yang kini meluas, dan bencana alam. Alam Bali beserta seluruh warganya akan bisa melakukan aktivitas seperti biasa," ucap Ida Bagus Anom.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007