Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rusadi Kantaprawira, mengajukan lima novum (bukti baru) dalam permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus korupsi pengadaan tinta Pemilu Legislatif 2004. Berdasarkan novum yang diajukan dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Kamis, Rusadi yang didampingi kuasa hukumnya, Januardi Haribowo, menyatakan pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban dalam pengadaan tinta Pemilu adalah KPU, bukan panitia pengadaan yang diketuai oleh dirinya. Selaku Ketua Panitia Pengadaan Tinta Pemilu Legislatif 2004, Rusadi berdalih tugas dan wewenangnya hanya sampai pada mengusulkan calon pemenang. Usulan tersebut kemudian disampaikan oleh panitia kepada sidang pleno KPU sebagai forum tertinggi. "Laporan atau usul panitia kepada KPU tidak memaksa dan tidak mengikat. KPU sebagai lembaga dan penggunaan barang dan jasa mempunyai kekuasaan dan wewenang serta hak penuh untuk menolak atau menerima apa yang diusulkan atau dilaporkan oleh panitia pengadaan," tuturnya. Dengan diterimanya usul panitia pengadaan oleh KPU dan diterbitkannya SK KPU tentang penunjukan rekanan penyedia barang dan jasa, lanjut Januardi, maka secara hukum KPU telah mengambil alih tanggung jawab dari panitia pengadaan. "Sehingga, pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban adalah KPU, bukan panitia pengadaan yang sudah selesai dan dibebaskan dari tanggung jawabnya," ujarnya. Rusadi juga menyatakan pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan tinggi maupun kasasi menyebutkan berdasarkan fakta persidangan dirinya tidak terbukti menikmati uang negara sesuai dengan dakwaan penuntut umum. "Kalau dikatakan yang diperkaya adalah rekanan, maka hal tersebut sangat tidak logis dan tidak adil, karena pengusaha mana pun juga pasti untuk mendapatkan keuntungan," kata Januardi. Ia menyebutkan fakta persidangan membuktikan bahwa keuntungan para perusahaan rekanan sebesar 10 hingga 15 persen secara bisnis dan akuntansi masih dalam batas kewajaran. Januardi menambahkan, proses penunjukan langsung rekanan dengan sistem" multi winner"(beberapa pemenang ) dan perata-rataan harga tinta merupakan bentuk penyelesaian yang adil dan bijak mengingat tidak ada satu pun perusahaan tinta yang mampu menyediakan seluruh kebutuhan tinta pemilu dalam waktu singkat. Tindakan itu, lanjut dia, dilakukan untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan Pemilu. "Sehingga, kalaupun tindakan tersebut dikatakan melawan hukum secara formal, hal tersebut tetap saja tidak dapat dipidana karena ada dasar pembenar atau alasan pemaaf," ujarnya. Ia juga menyatakan, dalam perkara pengadaan tinta pemilu legislatif 2004, keuangan negara tidak dirugikan karena harga tinta tersebut di bawah Harga Perkiraan Sendiri (HPS) serta di bawah pagu anggaran dari Departemen Keuangan. "Berdasarkan hal tersebut, maka unsur melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi, serta unsur dapat merugikan keuangan negara tidak terbukti," ujar Januardi. Ia menambahkan, apabila salah satu unsur pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada Rusadi itu tidak terbukti, maka dakwaan itu harus dinyatakan tidak terbukti. "Maka, majelis hakim agung pada tingkat kasasi, telah jelas melakukan kekhilafan dan kekeliruannya yang nyata dalam putusannya yang menghukum terdakwa," ujar Januardi. Pada tingkat kasasi, Rusadi dihukum empat tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta. Namun, hukuman mengganti kerugian negara senilai Rp1,3 miliar yang dijatuhkan oleh majelis hakim pengadilan pertama dihapuskan pada putusan tingkat banding dan kasasi. Lima bukti baru yang diajukan oleh Rusadi di antaranya perjanjian pelaksanaan pengadaan tinta sidij jari Pemilu Legislatif 2004 yang ditandatangi oleh Wakil Sekjen KPU, Susongko Suhardjo, dan Direktur Utama PT Cipta Tora Utama, Hasan Fatoni. Rusadi menyatakan, karena Wasekjen KPU yang menandatangani perjanjian itu, maka secara hukum Wasekjen yang secara hukum bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan tinta Pemilu. Selain itu, ia juga mengajukan bukti kuitansi pembayaran yang ditujukan pada kepala biro keuangan KPU sebagai bukti baru. Rusadi berdalih, karena masalah pembayaran dilakukan oleh Biro Keuangan KPU, maka sebagai ketua panitia pengadaan ia sama sekali tidak berurusan dengan masalah harga dan pembayaran. Majelis hakim yang diketuai Muchfri menunda sidang hingga 21 Juni 2007 dengan agenda mendengarkan keterangan dua saksi ahli dari pemohon PK.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007