Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi Partai Golkar (FPG), Yuddy Chrisnandy, menyatakan dirinya tak menyalahi ketentuan dalam melakukan interupsi pada Rapat Paripurna DPR, Selasa (5/6), dengan agenda jawaban pemerintah atas hak interpelasi DPR terkait dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB No.1747 mengenai sanksi tambahan bagi Iran akibat pengayaan nuklirnya. Yuddy kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu, mempersilakan jika ada pihak yang mempersoalkan interupsinya pada rapat paripurna tersebut. Dia justru menyarankan semua pihak untuk berpikir 99 kali jika ingin mengadukan dirinya agar Golkar memberinya sanksi. Dia juga mempersilakan jika ada pihak melakukan desakan tersebut. Akan tetapi, dia mengingatkan tokoh atau oknum yang mendesak itu agar berpikir 99 kali sebelum melontarkan desakan kepada pimpinan DPR. Dia memiliki argumentasi dan landasan konstitusional tentang interpelasi. "Jadi kalau ada oknum di DPP Golkar atau pimpinan DPP yang akan memberikan sanksi, maka saya anjurkan untuk berpikir 99 kali kalau mau memberikan sanksi," katanya. Menurut dia, interupsi yang dilontarkannya saat rapat paripurna itu tidak menyalahi atau melanggar keputusan dan kebijakan dari DPP Golkar. Apalagi keputusan atau imbauan yang disampaikan oleh Ketua Umum Golkar, Jusuf Kalla, hanya meminta, "jika interpelasi sudah dijelaskan sejelas-jelasnya oleh pemerintah agar tidak diperumit". Sedangkan apa yang dilakukannya dalam sidang paripurna adalah masalah prosedur konstitusi, bukan menginterupsi penjelasan dari pemerintah, karena saat itu pemerintah memang belum sempat memberikan penjelasan. "Tidak ada satu keputusan atau kebijakan dari Ketua Umum DPP Golkar untuk menolak atau menerima kehadiran SBY. Tapi instruksi agar tidak memperumit kalau sudah ada penjelasan dari pemerintah," katanya. Akil Mokhtar Pernyataan Yuddy ini terkait atas desakan rekannya sesama angggota F-PG, Akil Mokhtar yang meminta DPP Partai Golkar agar tak memberi sanksi kepada Yuddy Chrisnandy, menyusul sikapnya dalam sidang interpelasi yang tidak sesuai dengan keputusan DPP soal interpelasi. "Tindakan Yuddi 'ngotot' supaya SBY datang di luar keputusan partai. Harus diberi teguran tertulis secara keras. Sanksi jangan hanya kepada saya," kata Akil. Menurut Akil, Partai Golkar harus memberikan sanksi secara adil terhadap setiap anggotanya dan tidak tebang pilih. "Golkar jangan tebang pilih, karena Yuddy dikenal dekat dengan Agung. Ya kalau saya, kebetulan tidak dekat dengan siapa-siapa," katanya. FPG telah menginstruksikan kepada anggotanya dalam rapat pleno fraksi yang dipimpin Wakil Ketua Umum Agung Laksono, Senin (4/6) atau sehari sebelum paripurna digelar pada, Selasa (5/6) untuk menerima penjelasan pemerintah mengenai nuklir Iran. Walaupun penjelasan diwakilkan kepada menteri, tetapi Golkar harus mau menerima. Ketegasan menjatuhkan sanksi, kata Akil, agar wibawa partai tetap terjunjung tinggi sehingga pimpinan partai tidak boleh diskriminatif. "Keputusan fraksi dan partai jelas meminta kepada seluruh anggota menerima penjelasan pemerintah, meski diwakilkan. Kalau ada anggota fraksi yang membangkang harus diberi tindakan," katanya. Akil pernah mendapat peringatan keras karena mengecam Agung Laksono terkait pembagian voucher pendidikan. Sanksi peringatan keras juga diterima Akil Mokhtar karena mendukung interpelasi menyusul pencabutan surat Presiden Megawati Sukarnoputri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pengangkatan Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai Panglima TNI AL. Seperti halnya interpelasi mengenai dukungan pemerintah terhadap Resolusi DK PBB, interpelasi yang mengakibatkan Akil mendapat sanksi dari Golkar juga digagas Yuddy dan kawan-kawan. (*)
Copyright © ANTARA 2007