Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menghadiri peringatan Tahun Baru Islam di Pondok Pesantren Ma’had Al-Zaytun, Indramayu, Jabar, pada 22 September lalu.
Peringatan itu mengangkat tema "Menjunjung Tinggi Kesatuan dan Persatuan Indonesia Raya". Acara yang dihadiri beberapa tokoh nasional dan berbagai kalangan lintas agama itu juga sekaligus pemancangan patok pertama pembangunan Taman Puspa Kencana dan Danau Tirta Kencana di depan Masjid Rahmatan Lil Alamin.
Lebih dari 25 ribu santri dan wali santri hadir dalam peringatan tersebut untuk mendengarkan pidato kebangsaan yang disampaikan Moeldoko.
Setelah menyanyikan Indonesia Raya dengan tiga stanza, Moeldoko menyampaikan bahwa Tahun Baru Islam adalah momentum bagi umat Islam untuk melakukan introspeksi secara kolektif. Hal itu berguna untuk melakukan hijrah melalui perubahan dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik.
Dia mengatakan, karakter perubahan akan membawa ke sesuatu yang misterius. Seseorang yang sebelumnya bergerak dan melakukan perubahan akan diganti dengan hal baru jika tak konsisten.
Setelah itu, perubahan juga bergerak sangat cepat, tak terduga, dan terjadi setiap saat. Karena itu, Moeldoko meminta para santri Al-Zaytun sigap dan mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut saat hidup di tengah masyarakat.
Menurut jenderal kelahiran Kediri, Jawa Timur (Jatim) tersebut, perubahan juga memerlukan tokoh.
“Tokoh-tokoh tersebut saya harapkan bisa lahir dari Pesantren Al-Zaytun ini untuk kemaslahatan bangsa,†katanya yang disambut meriah oleh para peserta.
Dia menambahkan, substansi hijrah adalah melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Hijrah juga menuntut kedisiplinan yang tinggi.
“Alhamdulillah, karena aturannya jelas tidak boleh merokok, tak saya lihat satu pun yang merokok di pesantren ini. Semua warga Al-Zaytun tampaknya sudah memiliki sikap disiplin dan taat aturan,†katanya dalam rilis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Dia juga berharap Ponpes Al-Zaytun melahirkan pejabat seperti menteri atau presiden. Pemilik Bintang Adhi Makayasa 1981 itu juga memuji kehadiran tokoh lintas agama di Ponpes Al-Zaytun.
Menurut Moeldoko, hal itu merupakan contoh internalisasi tentang Pancasila yang telah berhasil dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Zaytun.
“Menurut saya, sikap kebangsaan Syekh Panji Gumilang sebagai pimpinan tertinggi di pesantren tidak perlu diragukan lagi. Selain itu, sikap-sikap kemandirian sebuah bangsa juga sudah ditunjukkan oleh pesantren Al Zaytun,†kata Moeldoko.
Dia juga memuji disiplin para santri yang telah berimplikasi terhadap kemandirian kampus Al Zaytun. Ketika sebagian besar bahan baku diimpor, Ponpes Al Zaytun mampu mandiri untuk memenuhi kebutuhan para santri dan warga pesantren. “Kebutuhan beras, gula, dan berbagai protein sudah mampu diadakan sendiri oleh pesantren ini. Ini sungguh sesuatu yang baik,“ ujar Moeldoko.
Pewarta: Tasrief Tarmizi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2017