Jakarta (ANTARA News) - Aktor Slamet Rahardjo mengatakan mendiang sutradara Teguh Karya merupakan orang yang "bodoh" di film pertamanya merujuk pada kemampuannya menyutradari karya perdana audio visual.
Pendapat Slamet itu diutarakan saat mengisi diskusi bertajuk "Setelah Teguh Karya" di di Galeri Foto Jurnalistik Antara (GFJA), Jakarta, Jumat.
Di film pertama bersama sang sutradara, Slamet merujuk pada permulaan saat Teguh menyutradarai dirinya kala beradu akting dengan Rima Melati. Teguh Karya selaku sutradara hanya menyuruh dirinya dengan Rima untuk berakting tanpa aba-aba permulaan peran lewat kata "action!".
Setelah Slamet menegur Teguh, nampaknya sang sutradara baru tersadar mengenai perbedaan akting di panggung teater dengan di depan kamera.
"Dia bodoh untuk film pertama. Kalau ada kamera Pak Teguh seharusnya bilang "action!" untuk menandakan akting dimulai. Kalau belum kita tidak main. Ini pernah dilakukan maestro besar kita," kata dia.
"Oh gitu ya!," kata Slamet menirukan kata mendiang Teguh yang ternyata belum tahu fungsi kata "action!" dalam sebuah proses pengambilan gambar untuk sebuah film. Teguh sendiri lebih sering menjadi sutradara teater baru kemudian menjajal kemampuannya di ranah film.
Akan tetapi, Slamet memuji Teguh yang mampu belajar dari "kebodohannya" di masa pertama menggarap film. Buktinya, di film kedua Teguh mampu menyuguhkan karya audio visual ciamik sebagaimana film yang dibintangi Slamet bersama Christine Hakim.
Dalam diskusi itu, sejumlah insan perfilman nasional juga hadir guna mengenang hari kelahiran Teguh Karya. Mereka membahas sepak terjang mendiang sineas terkemuka di Indonesia tersebut. Hadir dalam acara itu aktris Christine Hakim, penulis Seno Gumira Ajidarma, sineas Wregas Bhanuteja dan lainnya.
Diskusi itu sendiri merupakan bagian dari rangkaian acara mengenang Teguh Karya. Sebelumnya, diskusi itu telah didahului pemutaran film-film terbaik Teguh Karya di Kineforum pada 18-21 September 2017.
Sejumlah film Teguh ditayangkan di Kineforum seperti "Cinta Pertama", "Badai Pasti Berlalu" dan "November 1828".
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2017