Jakarta (Antara) -- Memasuki tahun 2017, perusahaan penerbitan dan percetakan milik negara, Balai Pustaka (BP) genap berusia 100 tahun. Lahir di tengah kecamuk invasi kolonialisme Belanda, BP hadir sebagai pelita di dalam kegelapan dalam bentuk bahan-bahan bacaan bagi rakyat Indonesia yang banyak tidak mendapat akses pendidikan kala itu. Tak berubah, di usianya yang ke-100, komitmen BP untuk terus mencerdaskan bangsa melalui karya-karya sastra Indonesia tidak berkurang, bahkan semakin kuat dengan hadirnya berbagai inovasi guna menyesuaikan perkembangan zaman.


Didirikan pada 14 September 1908 oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda dengan nama Commisie voor de Inlandsche School en Volkslectuur (Komisi Bacaan Rakyat), perusahaan ini kemudian berganti nama menjadi Taman Poestaka pada 13 Oktober 1910. Terakhir, pada 22 September 1917, disematkanlah nama Balai Poestaka hingga hari ini.


Seiring perkembangan zaman, BP turut berupaya agar berbagai karya sastra Indonesia dapat dinikmati dalam berbagai format, tak melulu berbentuk buku atau film. Pada 11 April 2017, Balai Pustaka menggandeng salah satu rumah produksi terkemuka asal Malaysia, ThinkByUs Sdn Bhd, untuk mengkonversikan koleksi sastra klasik BP menjadi format audiobook. Hal ini pun menandakan langkah awal BP dalam upayanya memperkenalkan kekayaan sastra Indonesia ke luar negeri.


Untuk semakin mempopulerkan karya sastra klasik Indonesia, BP siap mempromosikan berbagai karya sastra klasik Indonesia dengan pendekatan yang lebih populer seperti sinetron dan layar lebar. 12 judul sastra klasik Indonesia siap diolah menjadi format sinetron atau layar lebar. Novel roman lama karya Sutan Takdir Alisyahbana 'Layar Terkembang' direncanakan akan menjadi judul pertama yang akan segera digarap menjadi format sinetron dalam waktu dekat.


"Industri konten adalah industri yang divergent. Artinya, itu dapat berkembang ke berbagai platform. Dari yang awalnya hanya berbentuk novel, kini bisa hadir di sinetron, layar lebar, hingga audiobook. Oleh karena itu, konten-konten yang dimiliki Balai Pustaka akan kami kelola semaksimal mungkin agar dapat dinikmati oleh masyarakat banyak, dalam berbagai format," ujar Direktur Balai Pustaka Saiful Bahri.


Selain itu, BP, bekerjasama dengan Telkom, telah meluncurkan inisiatif 1000 Digital Learning Corner dalam bentuk e-book koleksi buku Balai Pustaka yang dapat diakses di berbagai titik akses Telkom.


Tak hanya mendigitalisasi karya sastra, BP tak lupa untuk melestarikan kesusasteraan melalui upaya pengembangan bakat-bakat sastrawan dengan mendirikan Sanggar Sastra Balai Pustaka. "Sanggar Sastra Balai Pustaka merupakan rumah besar bagi sastrawan-sastrawan Indonesia. Dan saat ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk pulang, untuk berkumpul, untuk mendidik adik-adik kita, sehingga kesusasteraan Indonesia akan terus lestari," lanjut Saiful.


Kesusasteraan Indonesia tak hanya warisan yang diturunkan kepada generasi-generasi selanjutnya, tapi juga merupakan kekayaan intelektual yang harus dilestarikan dalam rangka membentuk generasi yang berlandaskan kebajikan dan kearifan lokal. Itu lah komitmen yang selalu dipegang oleh BP.


Pewarta: Primasatya
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2017