Jakarta (ANTARA News) - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi menyatakan bahwa penetapan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka sudah berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui hakim tunggal Cepi Iskandar pada Jumat (22/9) menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan jawaban dari pihak termohon dalam hal ini KPK.
"Proses menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya dua alat bukti bukan lah dilakukan pada tahap penyidikan melainkan harus dalam tahap penyelidikan," kata Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat.
Sebelumnya, dalam dalil permohonan praperadilan Setya Novanto menyebutkan bahwa penetapan pemohon sebagai tersangka oleh termohon dilakukan sebelum termohon melakukan proses penyidikan, yaitu tanpa terlebih dahulu memeriksa saksi-saksi dan alat bukti lainnya sebagaimana Pasal 184 KUHP.
Kemudian, penetapan pemohon sebagai tersangka tanpa dilakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pemohon dan tidak melalui prosedur sebagaimana KUHAP, UU KPK, dan SOP Penyidikan.
Menurut Setiadi, dalam menaikkan tahap penyelidikan ke tahap penyidikan, KPK harus memperoleh terlebih dahulu sekurang-kurangnya dua alat bukti yang menunjukkan adanya suatu peristiwa pidana dan siapa pelakunya atau calon tersangka.
"Sehingga ketika dinaikkan pada tahap penyidikan telah diketahui tersangkanya. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari tidak diberikannya kewenangan termohon untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi," tuturnya.
Oleh karena itu, kata dia, sangat berdasar apabila dalam tahap akhir penyelidikan, KPK sudah menentukan calon tersangkanya karena sudah dapat menemukan peristiwa pidana serta ditemukan dua atau lebih jenis alat bukti sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP dan PERMA Nomor 4 Tahun 2016.
Selain itu, kata Setiadi, sebelum Setya Novanto ditetapkan tersangka oleh KPK telah dilakukan pemeriksaan saksi-saksi, pemeriksaan terhadap Setya Novanto, dan pengumpulan bukti dokumen serta bukti elektronik.
"Bukti-bukti tersebut dikuatkan adanya fakta-fakta yang terungkap dalam perkembangan persidangan terhadap dugaan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," ucap Setiadi.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017