Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah merekomendasikan penggunakan vaksin heterolog untuk unggas dengan H5N2 dan H5N9. "Hingga saat ini tidak ada masalah dalam penggunaan vaksin untuk unggas. Namun pemerintah tetap merekomendasikan untuk menggunakan vaksin yang berbeda dengan virusnya yakni H5N2 atau H5N9," kata Ketua Urusan Komunikasi Publik Unit Pengendalian Penyakit Avian Influenza, M Zoelkarnain Hasan, di Jakarta, Rabu. Dia mengakui masih adanya perdebatan diantara para ahli mengenai jenis vaksin yang dipergunakan untuk melawan virus H5N1 tersebut. Menurut dia, pada prinsipnya unsur H-nya yang perlu lebih diperhatikan, sementara N-nya tidak terlalu mengikat. Dia juga mengatakan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE) pernah mengatakan jika Indonesia tetap menggunakan vaksin H5N1 sangat memungkinkan terjadi mutasi genetik. "Kalau kita menggunakan H5N2 atau H5N9 yang `low pothogenic`, Insya Allah itu akan teratasi," ujar dia. Keputusan pemerintah untuk tetap merekomendasikan penggunaan vaksin yang heterolog tersebut atas diskusi yang telah dilakukan oleh para pakar. Penggunaan `highly pothogenic` yang bisa menjadi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadi mutasi genetik. Setelah dua tahun adanya kasus flu burung di Indonesia, terdapat 99 kasus terjadi pada manusia dan 79 diantaranya meninggal. Dan baru terdapat 38 kabupaten atau kota dari 440 kabupaten atau kota atau sebesar 8,6 persen dengan kasus konfirm pada manusia. Terdapat tujuh provinsi yang tidak terdapat laporan kasus baru pada unggas dalam enam bulan terakhir yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah. Namun, dari catatan Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiap-siagaan Mengahadapi Pandemi Infuenza (Komnas FBPI), dalam enam bulan terakhir terdapat satu provinsi yakni Riau yang terdapat kasus baru pada manusia, dan satu provinsi baru endemis AI pada unggas yakni Maluku.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007