Gorontalo (ANTARA News) - Pemerintah kembali akan meningkatkan alokasi subsidi untuk pupuk NPK (pupuk berunsur nitrogen, phospat, kalium) pada 2007, mengingat pertumbuhan kebutuhan pupuk jenis ini lebih tinggi dibanding pupuk urea. Menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag) Fahmi Idris di Gorontalo, Rabu, pada tahun ini pemerintah mengalokasikan subsidi untuk 700 ribu ton pupuk NPK, naik dibanding 2006 yang sejumlah 400 ribu ton, 262 ribu ton pada 2005, dan 192 ribu ton pada 2004.Dengan angka pertumbuhan setiap tahunnya itu, menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk NPK bersubsidi mengalami pertumbuhan lebih besar yakni 53,8 persen, sementara untuk pupuk urea hanya 3,7 persen, meski dari sisi jumlah yang dikonsumsi pupuk urea angkanya lebih besar.Fahmi menjelaskan, untuk pupuk jenis urea, pemerintah telah mengalokasikan subsidi untuk 3,9 juta ton pada 2004, 4,2 juta ton pada 2005, 3,9 juta ton pada 2006, dan 2007 diperkirakan mencapai 4,5 juta ton. Mengantisipasi kebutuhan pupuk NPK yang terus meningkat, Fahmi Idris mengisyaratkan bahwa pemerintah akan terus mengembangkan industri pupuk jenis itu sehingga pada 2010 kapasitas produksinya bisa mencapai 4 juta ton dan 4,7 juta ton pada 2015.Untuk itu, Fahmi menambahkan bahwa ke depannya pembangunan pabrik pupuk NPK diarahkan dengan melakukan replacement (penggantian fungsi) pabrik pupuk ammonia atau urea yang sudah tua menjadi pabrik pupuk NPK, melalui pemrosesan langsung amoniak menjadi NPK (tanpa melalui produksi urea). Lebih jauh ia mengungkapkan, langkah replacement tersebut dapat menghemat gas negara, karena umumnya pabrik pupuk urea yang berusia diatas 20 tahun membutuhkan suplai gas yang cukup besar. Namun, permasalahan utama yang dihadapi pemerintah dalam pembangunan pupuk NPK atau majemuk tersebut adalah sulitnya mendapatkan bahan baku unsur Phospat (P) dan Kalium (K), yang selama ini masih diimpor dari luar negeri. "Untuk itu perlu dilakukan aliansi strategis dengan negara produsen bahan baku tersebut, seperti yang dijajaki oleh PT Petrokimia Gresik dengan Mesir," ungkapnya.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007